Senin 03 Feb 2020 08:39 WIB

Pasar Saham Asia Diproyeksi Tetap Tertekan Pekan Ini

Wabah virus corona akan berdampak buruk pada perekonomian global

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Investor mengecek pergerakan saham di salah satu perusahaan sekuritas di Beijing, Kamis (16/1). Pasar keuangan China ditutup hingga Senin (3/2) setelah pihak berwenang memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek tiga hari karena menghadapi krisis virus corona.
Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Investor mengecek pergerakan saham di salah satu perusahaan sekuritas di Beijing, Kamis (16/1). Pasar keuangan China ditutup hingga Senin (3/2) setelah pihak berwenang memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek tiga hari karena menghadapi krisis virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pasar saham Asia diproyeksikan tetap tertekan pada hari ini, Senin (3/2), di tengah kekhawatiran penyebaran berkelanjutan virus corona. Semua mata tertuju pada China yang baru melanjutkan perdagangan setelah liburan Tahun Baru Imlek.

Sebanyak 361 orang telah meninggal di China akibat wabah virus corona. Filipina juga telah melaporkan korban jiwa pertamanya karena virus corona baru pada Ahad (2/2).

Baca Juga

Untuk menghindari kepanikan, Bank sentral China berencana menyuntikkan 1,2 triliun yuan atau 173,8 miliar dolar AS untuk menambah likuiditas ke pasar melalui operasi reverse repo pada Senin (3/2). CCTV melaporkan Beijing juga mengatakan akan membantu perusahaan yang memproduksi barang-barang vital agar bisa tetap produksi tanpa kendala.

Terlepas dari langkah-langkah tersebut, indeks acuan Australia dibuka memerah, turun 0,7 persen. Sementara saham Selandia Baru goyah 1,8 persen. Pasar saham Nikkei Jepang diproyeksikan sedikit lebih tinggi tetapi masih sekitar 500 poin di bawah indeks penutupan pada hari Jumat.

"Intervensi awal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri, tetapi ini tidak mungkin cukup untuk mengurangi penurunan tajam di Q1," kata ekonom Citi dalam sebuah catatan, dilansir di Reuters.

Karena sebagian besar karyawan tidak akan bekerja sampai 9 Februari, kerugian output cenderung lebih besar dari yang diharapkan. Data aktivitas ekonomi yang masuk akan terus mendorong otoritas untuk mengambil lebih banyak tindakan untuk mengurangi dampak buruk dari virus pada ekonomi.

Citi merevisi perkiraan pertumbuhan tahunan PDB China menjadi 5,5 persen pada tahun 2020 dari 5,8 persen. Ini juga memangkas ekspektasi pertumbuhan kuartal pertama menjadi 4,8 persen dari 6 persen pada kuartal keempat 2019.

JPMorgan juga memangkas perkiraan pertumbuhan global sebesar 0,3 poin persentase untuk kuartal ini. Data yang keluar dari Amerika Serikat dan Eropa pada hari Jumat juga menunjukkan kelemahan ekonomi.

Penurunan di pasar saham Asia mengikuti aksi jual tajam di pasar saham global, yang, pada hari Jumat, mencatat penurunan mingguan dan bulanan terbesar. Lagi-lagi karena meningkatnya kekhawatiran tentang dampak ekonomi dari wabah corona.

Pada hari Jumat, Dow turun 2,1 persen, S&P 500 turun 1,8 persen dan Nasdaq Composite turun 1,6 persen. Pada Senin ini, ada indikasi stabil untuk saham AS, E-Mini futures untuk S & P500 dibuka sedikit lebih tinggi pada hari Senin.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement