REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Nilai ekspor Sumatera Utara (Sumut) pada 2019 turun 1,106 miliar dolar AS atau 12,59 persen dari periode sama 2018 menjadi 7,678 miliar dolar AS. BPS menyebut akibat masih berlanjutnya krisis global.
"Pada 2018, nilai ekspor masih bisa sebesar 8,784 miliar dolar AS," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Syech Suhaimi di Medan, Senin (3/2).
Menurut dia, krisis global yang masih berlangsung membuat permintaan dari pasar dunia menurun. Ditambah ada perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang berkepanjangan membuat permintaan semakin melemah.
Dia menjelaskan penurunan ekspor Sumut terbesar disebabkan oleh menurunnya sektor industri sebesar 13,63 persen. Pada 2019, kata Syech, nilai ekspor sektor industri Sumut tinggal 6,980 miliar dolar AS dari 2018 senilai 8,082 miliar dolar AS. Ekspor sektor pertanian juga ikut turun 0,69 persen atau menjadi 697,739 juta dolar AS dari 2018 yang 702,552 juta dolar AS.
Pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo mengatakan ekspor Sumut yang masih didominasi produk industri hasil perkebunan, seperti minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan karet, memang rentan mengalami fluktuasi sehingga sangat berpengaruh kepada nilai ekspor. Untuk itu, katanya, ekspor pertanian perlu didorong dan terus meningkatkan pemasaran di dalam negeri.
Pemprov Sumut, katanya, tidak boleh tergantung dengan ekspor sehingga harus memperkuat produksi bahan jadi untuk keperluan pasar dalam negeri. "Lihat saja saat terjadi gejolak ekonomi di negara tujuan ekspor atau global, maka langsung berdampak negatif pada nilai ekspor Sumut," ujar Wahyu.