REPUBLIKA.CO.ID, SERANG--Pemerintah Kota Serang sedang mempersiapkan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengharuskan warganya berbahasa Jawa Serang (Jaseng). Nantinya, cara komunikasi masyarakat hingga Aparatur Sipil Negara (ASN) di pos-pos pelayanan publik, hanya dibolehkan dengan bahasa Jaseng pada satu hari yang ditentukan.
Wakil Wali Kota Serang Subadri Ushuluddin menyebut realisasi aturan ini ditargetkan pada tahun ini. Ia juga menyebut aturan ini tidak hanya terkait penggunaan bahasa Serang saja, melainkan juga tentang pemakaian busana khas Serang bagi para ASN.
"Kalau di Kota Bandung ada Rebo Nyunda, nanti kita punya Selasa Bebasan misalnya. Maka dalam satu minggu nanti ada satu hari yang diwajibkan untuk berbusana dan berbahasa Jaseng, mulai dari oemerintahannya sampai ke masyarakat. Targernya insya allah tahun ini sudah bisa terelisasi," jelas Subadri Ushuluddin, Senin (3/2).
Subadri menyebut saat ini aturan hari berbahasa Jaseng hanya perlu pembahasan terkait penetapan hari pelaksanaannya ke pemerintah pusat. Ia mengakui kajian untuk aturan ini dilakukan dengan melihat contoh yang terjadi di Bandung. "
Tujuan pelaksanaan aturan ini disebutnya tidak lain untuk melestarikan budaya Kota Serang mulai dari cara berkomunikasi hingga cara berpakaian. Kota Serang yang memiliki latar sejarah dan identitas budayanya sendiri dikatakannya memang harus segera menerapkan aturan ini agar budayanya tidak hilang.
"Selasa Bebasan atau hari apapun nanti yang ditetapkan, ini tujuannya supaya kearifan lokal dan budaya yang dimiliki Kota Serang ini terus terjaga. Jadi generasi penerus setelah kita ini masih bisa tahu tentang budayanya sendiri. Kalau soal pakaian, nanti kita kaji lagi, apakah dengan baji hitam-hitam karena Serang terkenal dengan silatnya juga? Itu masih dibahas oleh Kabag Hukum. Kita juga sedang menunggu izin dari pusat untuk hari realisasinya," tuturnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri menyambut baik rencana perwal ini sebagai bentuk upaya melestarikan kearifan lokal di ibu kota Provinsi Banten. Semakin banyaknya pendatang ke Serang, kata Hasan, dikhawatirkan akan menghilangkan identitas asli masyarakat di Kota Serang.
"Aturan ini sangat bagus, kita DPRD tentu akan mendukung, karena memang sudah harus dipelihara, lambat laun semakin banyak pendatang, akan terjadi akulturasi. Adanya perwal ini harapannya bisa menghidupkan kembali tradisi di daerah ini," jelas Hasan Basri.
Meski begitu, ia meminta Pemkot Serang menerapkan aturan tersebut dengan sungguh-sungguh agar tujuan dari aturan ini tercapai. "Aturan ini kita dukung, bahkan kita juga ingin agar ikon-ikon seperti tulisan selamat datang di Kota Serang itu jangan dengan bahasa inggris, tapi dengan bahasa Serang. Jadi nama-nama yang dipakai di publik juga menggunakan bahasa daerah. Seperti ada taman yang sudah diberi nama pakai bahasa Serang, yaitu 'Kecantelan' yang artinya silaturahim itu sudah bagus," jelasnya.
Upaya menghidupkan kembali tradisi dan karakter daerah juga menurutnya harus dilakukaan pada sektor makanan khas Kota Serang. Hal ini dikatakannya tidak hanya berdampak kepada budaya yang bisa hidup, namun juga memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. "Makanan khas daerah juga harus dimunculkan, selain melestarikan budaya, dampaknya juga akan memberikan kesejahteraan untuk masyarakat," katanya.
Sementara salah seorang warga Kota Serang, Rido Saikhu (32 tahun) mengaku tidak keberatan dengan peraturan sehari berbahasa Jaseng ini. Meskipun dirinya tidak fasih berbahasa daerah, ia menyebut aturan ini memang diperlukan.
"Wah harus itu memang menurut saya ya, katena kalau nggak digituin punah sudah bahasa daerah. Orang kan datang dari mana-mana, kalau nggak diadakan aturan seperti ini kedepannya kita nggak akan nemuin lagi bahasa Jaseng," jelas Rido.
Meski begitu, ia meminta Pemkot Serang untuk memberikan edukasi bahasa daerah lebih banyak sebelum menerapkan aturan ini. "Saya belum tahu apakah di sekolah sudah ada pelajaran bahasa Jaseng ini apa nggak?. Harus juga ada kamus bahasa Jaseng ini supaya masyarakat bisa belajar," tuturnya.
Adapun Syirojul Umam (25 tahun) mengakui peraturan ini akan menyulitkan dirinya, karena belum bisa berbahasa Jaseng. Namun ia mengatakan akan berusaha belajar bahasa daerah ini lebih dalam agar tidak kesulitan saat perwal ini benar-benar diterapkan. "Saya nggak bisa bahasa Jaseng sih, tapi bakal dicoba belajar dulu. Ada teman juga yang bisa, kadang dengar dari mereka itu ngerti walaupun nggak fasih ngomongnya," jelasnya.