REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) Prof Dr Didin Hafidhuddin menyampaikan, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) merupakan sosok yang juga berperan besar di dunia pendidikan Islam, dalam hal ini pondok pesantren.
"Beliau adalah pimpinan pondok pesantren yang sangat tekun dan menghayati makna pendidikan. Dan juga seorang kiai, tokoh bangsa, yang merekatkan kesatuan dan persatuan antar-umat dan sesama bangsa," kata dia kepada Republika.co.id, Senin (3/2).
Gus Sholah adalah Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Adik dari Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu wafat di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, pada pukul 20.59, Ahad (2/2) malam.
Menurut Didin, Gus Sholah adalah sosok yang sederhana dan bersahaja tetapi pikirannya sangat jernih, terutama tentang keumatan dan kebangsaan. Dia berharap pengganti Gus Solah sebagai pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang memiliki visi-misi yang sama.
"Kita butuh para kiai dan tokoh agama yang mengedepankan visi kesatuan dan persatuan, serta tidak terlalu menonjolkan visi kelompok," ujar dia.
Didin melanjutkan, meski berasal dari keluarga pendiri Nahdlatul Ulama, Gus Sholah selalu berpikir tentang keumatan yang lebih luas lagi, dan bukan semata-mata untuk lingkungan NU. Ke depan, Didin berharap pondok pesantren yang lain juga begitu.
"Kita pikirkan bersama masalah kebangsaan dan keumatan, bukan semata-mata berkaitan dengan kelompok secara sempit. Contohlah Gus Sholah itu," ucap dia.
Didin juga teringat saat Gus Sholah maju sebagai cawapres pada Pemilihan Presiden 2004 mendampingi Wiranto kala itu. "Artinya memang visi kebangsaannya sangat tinggi dan saat itulah ada istilah politik tingkat tinggi, politik yang berbasis pada keikatan kebangsaan, kesatuan dan persatuan. Dan sosok Gus Sholah itu sangat relevan," tuturnya.
Didin juga mengungkapkan, Jombang memang tempat lahirnya kiai dan ulama-ulama besar. "Para ulama besar itu sebagian besar berasal dari Pondok Pesantren di Jombang atau cabang-cabang dari Jombang, yang memang banyak di seluruh Indonesia. Mereka punya visi dan misi yang relatif sama," tutur dia.
"Karena para kiai itu mujahid. Para pejuang bangsa yang selalu berpikir masalah bangsa dan bukan sekadar berpikir masalah pesantrennya saja atau kelompok," ucap dia.
Didin menambahkan, Ponpes Tebuireng Jombang tentu telah menghasilkan banyak alumnus yang berperan besar di tengah kehidupan masyarakat. "Saya kira ribuan alumni-alumninya tersebar di masyarakat luas yang punya gagasan-gagasan yang sama dengan pendirinya, punya cita-cita kesatuan persatuan yang sama," ucap dia.
Jenazah KH. Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah, telah tiba di kompleks Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Senin (3/2). Sesampainya di Ponpes Tebuireng, jenazah langsung dibawa ke kediaman. Tidak lama berselang, jenazah kemudian diangkut keluar dari kediaman, untuk dishalatkan di masjid yang berada di kompleks Ponpes Tebuireng.
Saat itulah, tangis para santri pecah. Semula para santri yang dengan lantang membacakan tahlil, tiba-tiba bacaan tersebut terdengar lebih lemah. Isak tangis pun tak bisa dibendung. Bahkan beberapa dari mereka harus ditenangkan terlebih dahulu agar bisa menghentikan tangisannya. "Yai (Kiyai), Yai, Yai, Yai," para santri bersautan memanggil pengasuhnya.
Shalat jenazah tersebut diikuti KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus, yang telah datang jauh sebelum jenazah Gus Sholah tiba. Hadir pula Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, dan tokoh lainnya.
Gus Solah sudah sejak Januari lalu sempat dirawat di rumah sakit pascaoperasi ablasi jantung. Kondisi Gus Solah diketahui terus menurun pasca menjalani bedah jantung pada Sabtu (1/2), sebelum dinyatakan meninggal pada Ahad (2/2) malam. Gus Sholah dirawat di ruang ICU RS Harapan Kita, Jakarta, setelah menjalani operasi jantung. Gus Solah dirawat di rumah sakit sejak satu pekan lalu.
Setelah itu, pada Jumat (31/1) Gus Sholah menjalani operasi karena ada masalah pada selaput jantungnya. Setelah operasi berhasil dilakukan, Gus Solah pun diperbolehkan pulang. Kendati setelah beberapa hari, tubuhnya dan dia kembali lemas sehingga kembali dibawa kembali ke rumah sakit. Gus Solah lahir di Jombang, 11 September 1942 dan menghembuskan nafas terakhir pada usia 77 Tahun.