REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG— Ratusan massa yang tergabung dalam beberapa Ormas Islam se-Jabar, menggelar aksi unjuk rasa di Halaman Gedung Sate, Senin (3/1). Setelah beorasi, perwakilan pengunjuk rasa pun diterima Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum untuk menampung aspirasi mereka.
Dalam pertemuan tersebut, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Iwan Daryana, mengatakan ormas se-Jabar menggelar aksi untuk menuntut beberapa hal. Pertama, terkait isu rencana pemerintah Kota Bandung yang akan menyelenggarakan parade lintas budaya pada 15 Februari 2020.
"Kami menolak karena acara ini penuh dengan nuansa kemusyrikan yang bertolak belakang dengan agama Islam," ujar Iwan saat audensi dengan Wagub Jabar.
Iwan menilai, pemilihan waktu acara pada 15 Februari tersebut kurang tepat. Karena, bersamaan dengan tanggal ibadah salah satu agama. "Kami Ormas Islam se-Jabar menolak karena khawatir akan tercampur akidah kami," katanya.
Ormas Islam se-Jabar, kata dia, berharap akidah umat Islam akan terus bersih. Namun, pihaknya menilai acara pada 15 Februari mengarah kepada kemusyrikan dan kesyirikan. "Kami nggak mau Kota Bandung aqidahnya jadi kotor," katanya.
Menurut Iwan, kalau pemerintah daerah bersikukuh parade lintas budaya itu akan digelar, maka Ormas Islam akan bergerak. "Kami juga khawatir berbagai Ormas Islam akan bergerak sendiri-sendiri sehingga menimbulkan ketidaknyamanan di Kota Bandung dan Jabar," kata Iwan.
Iwan menegaskan, dia ingin memastikan acara tersebut tak digelar. Karena, bersamaan dengan satu agama merayakan.
Iwan menilai, Bandung Raya, toleransinya cukup tinggi. Karena, tak pernah terjadi pengrusakan sarana ibadah yang lain.
"Jadi jangan ada parade budaya dan lintas agama dengan alasan toleransi padahal bisa merusak aqidah kami," katanya.
Selain itu, menurut Iwan, Ormas Islam di Jabar pun menolak rencana kirab budaya Jabar yang akan digelar di Cirebon juga mengandung potensi kesyirikan.
"Acara ini yang akan menghancurkan sendi-sendi umat Islam. Batalkan," kata Iwan seraya mengatakan dia tak anti budaya dan datang dengan sopan santun karena ingin bersih akidahnya.
Sementara menurut Dewan Dakwah Indonesia Provinsi Jabar, M Roin, Kampung Toleransi yang di buat oleh Pemkot Bandung sebenarnya tak perlu. Karena, justru terjadi penggiringan opini kemudian terbentuk panitia lintas agama. Yakni, umat lain dilibatkan dalam acara keagamaan.
Misalnya, saat natal masyarakat yang Muslim dilibatkan menjadi panitia. Begitu juga, saat Idul Fitri, pemeluk agama lain menjadi panitia.
"Kampung toleransi ini, kami minta dikaji ulang keberadaannya. Karena, kampung toleransi ini cikal bakalnya ada kirab budaya," katanya.
Roin mengatakan, pihaknya heran Kirab Budaya, mengapa tak digelar saat hari jadi Kota Bandung atau hari jadi Provinsi Jabar. Tapi, justru bersamaan dengan hari keagamaan pemeluk agama lain.
Menanggapi hal tersebut, menurut Wakil Gubernur Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, terkait kirab budaya dengan lintas agama akan dia bahas lebih lanjut. Karena, dalam agama Islam sebenarnya boleh muamalah dengan non-Muslim saat berniaga dan kehidupan sosial.
"Nah kalau aqidah itu prinsip. Pemerintah harus hadir agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Kami akan bahas lagi untuk memberikan masukan pada Gubernur karena beliau yang akan memetuskan," papar Uu.
Sementara menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar, Dedi Taufik, berdasarkan informasi kirab lintas budaya akan di gelar di Bandung oleh Pemkot Bandung. Di Provinsi Jabar sendiri, minat wisatawan berbasis budaya dan religi cukup tinggi hampir 60 persen.
"Kalau kirab yang di Cirebon, memang provinsi yang akan memfasilitasi. Ini tapi terkait ulang tahun Cirebon yang bertepatan dengan 61 muharam," katanya.
Dedi mengatakan, setahu dirinya isi kegiatan tersebut hanya biasa saja. Karena, lebih berisi festival budaya dan lebih mengangkat kebudayaan lokal," kata Dedi.