Senin 03 Feb 2020 19:24 WIB

Pemerintah: Dewas tidak Membawahi KPK

Mahkamah Konstitusi menggelar sidang enam perkara gugatan revisi UU KPK.

Ilustrasi Gedung KPK. Pemerintah menyatakan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hierarkis atau membawahi lembaga antirasuah tersebut.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ilustrasi Gedung KPK. Pemerintah menyatakan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hierarkis atau membawahi lembaga antirasuah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyatakan kedudukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hierarkis atau membawahi lembaga antirasuah tersebut. Staf Ahli Menteri Kementerian Hukum dan HAM Agus Hariadi yang mewakili pemerintah mengatakan Dewan Pengawas didudukkan setara dengan KPK sebagai penerapan sistem pola check and balance.

"Tidak saling membawahi, namun saling sinergi dalam upaya melakukan tindakan pemberantasan korupsi," tutur Agus Hariadi dalam sidang dengan agenda mendengar keterangan pemerintah dan DPR di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (3/2).

Baca Juga

Pembentukan Dewan Pengawas, kata dia, untuk menjadikan KPK tidak lagi bersifat absolut dan sesuai penerapan sistem pemerintahan yang berlandaskan UUD NRI 1945. Keterangan tersebut untuk menjawab dalil para pemohon bahwa pembentukan Dewan Pengawas bertujuan untuk melemahkan pemberantasan korupsi.

Selanjutnya terkait KPK termasuk lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif, Agus Hariadi menuturkan KPK bukan termasuk lembaga yang disetarakan dengan lembaga yang memiliki independensi yang diatur dalam UUD 1945. KPK merupakan lembaga penunjang pemerintahan sebagai fungsi pelaksana pemerintahan, yakni membantu tugas kepolisian dan kejaksaan agar lebih efektif.

"KPK dengan polisi dan jaksa masih memiliki hubungan kerja untuk saling membantu, saling koordinasi dan saling bekerja sama sebagaimana ketentuan Pasal 11 undang-undang tersebut," ucap Agus Hariadi.

Sidang tersebut sekaligus untuk enam perkara yang sama-sama menggugat revisi UU KPK, yakni perkara nomor 62/PUU-XVII/2019, 70/PUU-XVII/2019, 71/PUU-XVII/2019, 73/PUU-XVII/2019, 77/PUU-XVII/2019 dan 79/PUU-XVII/2019.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement