Warga ibukota Australia, Canberra, kini diperbolehkan menanam pohon ganja atau menyimpannya dalam jumlah kecil untuk dipergunakan sendiri. Orang dewasa berusia 18 tahun ke atas boleh menanam maksimal dua pohon ganja.
Penghapusan pidana kepemilikan ganja ini mulai berlaku terhitung sejak Jumat 31 Januari 2020, melalui UU negara bagian khusus ibukota (ACT) yang kontroversial.
Pemerintah federal yang menetang keras UU ini telah mengancam akan menurunkan aparat Kepolisian Federal Australia (AFP) untuk menindak warga Canberra yang kedapatan mengisap ganja.
Secara teknis, UU ini sebenarnya tidak melegalkan kepemilikan dan penggunaan ganja melainkan hanya menghilangkan unsur kejahatan dan denda dalam UU lama terhadap pemilik atau pemakai ganja.
Karena kontroversial dan baru diterapkan, praktek penegakan hukum di lapangan juga belum jelas saat ini.
Pemerintah ACT menyatakan bahwa pihaknya bukan bermaksud mendorong penggunaan narkoba, tapi mengakui memang banyak orang yang melakukannya.
Pemerintah ACT berdalih, mereka justru ingin membantu pemakai ganja untuk berhenti daripada menyeret mereka ke meja hijau.
UU baru ini menyebut kepemilikan ganja segar hingga 150 gram atau 50 gram ganja kering tidak lagi dikriminalkan.
Sebelumnya, orang dewasa yang kedapatan memilikinya akan didenda sekitar Rp 1,6 juta.
Selain itu, diatur pula bahwa warga yang berusia 18 tahun ke atas dapat menanam maksimal dua tanaman ganja di rumah.
Namun, jika suatu rumah memiliki banyak penghuni, maka maksimal pohon ganja yang bisa dipelihara hanya empat pohon.
Warga Canberra hanya diperbolehkan menanam ganja di tempat tinggalnya, dan tidak boleh menggunakan lahan orang lain atau membiarkan orang lain menggunakan lahan mereka.
Diatur bahwa pohon ganja ini harus ditanam secara alamiah di kebun atau pot dan bukan secara hidroponik. Tempatnya pun tidak boleh di lokasi yang bisa dijangkau oleh orang lewat.
Ketentuan lainnya menyebut bahwa orang hanya boleh merokok, makan atau mengonsumsi ganja ini di rumah mereka. Bukan di depan umum, meski tidak ada orang lain yang melihatnya.
Kemudian, harus dipastikan bahwa mereka tidak memapar anak-anak dengan asap ganja, apalagi menyimpannya di tempat yang bisa dijangkau oleh anak-anak.
Dan yang lebih penting lagi, UU ini melarang ganja dibawa melintasi negara bagian lain yang masih mengkriminalkannya.
Bisakah kita berbagi ganja?
Bisakah kita berbagi ganja untuk diisap dengan kawan sendiri? Ternyata UU ini melarangnya. Kita juga dilarang memberi, membagi, atau menjual tanaman atau benihnya.
Mereka yang kedapatan melakukan pelanggaran ini, terancam hukuman maksimum sekitar Rp 800 juta dan/atau lima tahun penjara.
Di lapangan, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan. UU ini melarang seseorang mendapatkan benih tanaman ganja secara legal.
Ketua komite hukum kriminal ACT Law Society Michael Kukulies-Smith mengatakan pemasalahan ini harus segera ditangani.
"Jika Anda memiliki ganja atau memiliki tanaman, seseorang, pada suatu waktu, pasti melakukan tindak pidana," katanya.
"Kita tidak bisa mendapatkan benih secara ajaib. Dan siapa pun yang memberikannya kepada kita itu melakukan pelanggaran," ujarnya.
Namun yang lebih pelik lagi, yaitu bagaimana kepolisian lokal dan federal akan menyikapi UU baru ini.
Karena Kepolisian ACT merupakan dari AFP, maka institusi lokal ini terikat, karena harus melayani dua atasan, yaitu pemerintah federal dan pemerintah ACT. Masing-masing memberikan perintah yang berbeda.
Jaksa Agung Federal Christian Porter telah menegaskan bahwa "memiliki ganja di wilayah ACT tetap melanggar hukum Commonwealth" biarpun dalam jumlah kecil.
"Kami berharap polisi menegakkan hukum," katanya kepada ABC akhir tahun lalu.
Tapi sebenarnya tidak ada yang benar-benar mengharapkan polisi menghabiskan waktu mereka mengejar pemakai ganja kecil-kecilan.
Ketika UU baru ini disahkan pada September 2019, Kepala Kepolisian setempat Ray Johnson mengatakan pihaknya akan fokus pada kejahatan terorganisir yang menjual narkoba dalam jumlah besar.
Namun jika Anda mengisap ganja di Canberra, polisi federal tetap boleh menuntut Anda, meskipun kemungkinannya kecil.
Kukulies-Smith menilai ambiguitas hukum ini justru meresahkan.
"Kita benar-benar tidak paham bagaimana petinggi polisi akan menangani hal ini," ujarnya.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.