REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Australia menangguhkan sidang parlemen pada Selasa (4/2) untuk menghormati para korban kebakaran hutan nasional yang telah menewaskan 33 orang. Perdana Menteri Australia Scott Morrison memimpin penghormatan tersebut, ketika para legislator kembali ke parlemen setelah liburan musim panas yang panjang.
"Ini adalah musim panas yang kelam dari 2019/2020, kebakaran ini belum berakhir dan bahaya masih ada di hadapan kita di banyak tempat. Tetapi hari ini, kita berkumpul bersama untuk berkabung, menghormati, merenung, dan mulai belajar dari musim panas kelam yang masih berlanjut," ujar Morrison.
Morrison mengatakan, dia telah menulis surat kepada para pemimpin negara bagian dan teritori untuk berdiskusi mengenai kerangka acuan penyelidikan kebakaran hutan. Diskusi itu termasuk penyebaran layanan darurat, peran pemerintah federal, dan dampak perubahan iklim.
Morrison telah menerima kritik publik atas penanganannya terhadap krisis kebakaran. Pada Desember lalu, dia melakukan permintaan maaf ke publik karena sedang berlibur ke Hawai ketika negaranya dilanda kebakaran hebat. Selain itu, pemerintahan Morrison terhadap perubahan iklim juga dikritik, termasuk dukungannya terhadap industri batu bara.
Krisis kebakaran membuat 274 ilmuwan mendesak pemerintah Australia untuk mengambil tindakan yang lebih drastis, dan mengurangi emisi nol persen pada 2050. Jika tidak segera diatasi, krisis ini akan memburuk di masa depan.
"Kebakaran di Australia hampir pasti akan memburuk di masa depan, perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia akan membuat kebakaran semakin meningkat," ujar para pakar iklim dan kebakaran dari seluruh dunia dalam sebuah surat terbuka.
Kebakaran yang terjadi sejak September telah menghancurkan sekitar 12 juta hektare di seluruh negara bagian Australia yang paling padat penduduknya. Api telah menghancurkan sekitar 2.500 rumah, menewaskan sekitar 1 miliar hewan asli dan mengancam habitat lainnya.