REPUBLIKA.CO.ID, Sesungguhnya kebenaran yang Allah SWT turunkan dalam kitab-kitab-Nya adalah pelindung dari kesesatan bagi umat di mana kitab itu diturunkan. Akan tetapi, para pemilik jiwa yang sakit membenci kebenaran dan memusuhinya.
Sejarah mencatat secara baik bagaimana oknum Bani Israil melakukan penyimpangan tersebut sebagaimana terekam baik dalam hadis riwayat Imam al-Baihaqi.
Dalam riwayat itu, Rasulullah SAW seperti dituturkan Abu Musa al-Asy'ari mengatakan, "Sesungguhnya Bani Israil menulis sebuah kitab dan membuang Taurat."
Dalam riwayat tersebut, Imam Baihaqi meriwayatkan dalam bab Syuabul Iman dari Abdullah, bahwa ketika Bani Israil mengalami masa yang panjang dan hati mereka menjadi keras, mereka membuat kitab yang diinginkan hati mereka dan dihalalkan lisan mereka.
Dan adalah kebenaran yang menjadi penghalang bagi mereka untuk mewujudkan banyak ambisi mereka, sehingga mereka membuang kitab Allah di belakang punggung mereka seolah-olah mereka tidak mengetahui.
Sekelompok orang dari Bani Israil berusaha sungguh-sungguh untuk menistakan kitab peninggalan Musa, Taurat. Mereka membuat kitab yang seolah-olah sama dengan Taurat.
Dalam sejumlah kesempatan, Rasulullah menyampaikan bahwa, ketika iman di hati Bani Israil melemah, kerusakan menyebar di wilayah mereka, dan orang-orang zalim dan rusak menguasai mereka. Mereka berusaha mengganti agama Bani Israil peninggalan Musa dengan menulis kitab yang berisi teori-teori dan prinsip-prinsip yang bertolak belakang dengan kandungan kitab yang benar. Mereka hendak membawa Bani Israil agar mengikuti ajaran kitab palsu itu dan meninggalkan agama Allah.
Bahkan tak berhenti pada pembuatan kitab suci palsu, namun lebih dari itu, sekelompok pemilik kekuasaan mengajak kepada kesesatan melalui cara kekuatan. Siapa yang setuju, maka mereka biarkan. Dan barangsiapa menyelisihi, maka dipenggal lehernya. Begitulah pengikut kekufuran dan kesesatan menerapkan prinsip-prinsip mereka dengan ujung pedang.
Salah satu konspirator mengatakan dengan tegas, "Tunjukkan kitab ini kepada Bani Israil. Jika mereka mengikuti kalian, maka biarkanlah mereka. Jika mereka menyelisihi kalian, maka bunuhlah mereka."
Dikisahkan, upaya konspirasi tersebut memang berjalan sistematis. Seorang yang cerdik di kalangan Bani Israil tidak setuju dengan cara kekuatan. Dia mengusulkan kepada kawan-kawannya agar kitab ini ditunjukkan kepada salah seorang ulama mereka.
"Jangan. Kirimkan dulu kepada si fulan (seorang ulama mereka). Jika dia setuju, maka yang lain pasti mengikuti," kata si konspirator.
Sepertinya alim ini adalah orang yang berpengaruh dan berpengikut. Jika dia setuju, Bani Israil akan mengikuti dan berjalan di belakangnya. Mereka lalu memanggilnya. Namun kelihatannya alim ini mengetahui tipu muslihat makar mereka. Saat dia dipanggil, dia sudah mempersiapkan diri.
Dia mengambil kertas dan menulis di dalamnya kitab Taurat dan meletakkannya di sebuah tanduk. Lalu dia menggantungkannya di lehernya dan ditutupi baju yang dia pakai.
Di saat inilah, para konspirator itu menyodorkan kitab suci palsu kepada sang alim dan mereka bertanya, "Apakah kamu beriman kepada ini?" Dia menunjuk dadanya tempat tanduk penyimpan kitab tersebut, lalu dia menjawab, "Aku beriman kepada ini. Mengapa aku tidak beriman kepada ini?" Mereka lalu melepaskannya.
Para konspirator memahami yang dia maksud adalah kitab palsu mereka. Sementara mereka tidak menyadari maksud tokoh tersebut adalah kitab yang dia tunjuk di dadanya. Apa yang dilakukan tokoh alim tersebut terungkap belakangan oleh para muridnya.
Dia berkata, "Laki-laki ini mempunyai kawan-kawan yang datang kepadanya. Manakala ajal menjemputnya, mereka mendatanginya. Mereka melepas pakaiannya.
Mereka menemukan tanduk yang berisi kitab Taurat. Mereka berkata, "Apakah kalian tahu ucapannya, 'Aku beriman kepada ini. Mengapa aku tidak beriman kepada ini?' Yang dia maksud ini adalah kitab yang ada di tanduk ini.”
Ketika dia wafat dan mereka hendak memandikannya, mereka melihat kitab sebenarnya yang ada di dadanya. Ternyata tidak seperti yang disangka para konspirator. Sang alim masih mempercayai Taurat sebagai kitab suci Allah untuk Musa. Akidah sang alim masih murni. Sesudah peristiwa ini, bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh kelompok lebih.
Pada masa sekarang, upaya penyesatan akidah juga banyak beredar. Hanya beda media dan konteks. Namun Alquran tetap terjaga dan tidak tergantikan sebagaimana kitab-kitab yang lain.
Perbuatan seperti ini pernah dilakukan Najasyi yang beriman kepada Rasulullah. Dia menulis kitab yang berisi akidahnya yang benar. Manakala para pemberontak dari kalangan kaumnya mendatanginya dan menuduhnya telah mengubah agamanya dan meninggalkan agama Isa, dia pun ditanya tentang akidahnya. Dia menjawab, "Inilah agamaku." Seraya menunjuk kepada kitab yang tergantung di dadanya.