REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang menggugat UU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebut lampu utama menyala sepanjang hari merugikan ojek daring karena pemborosan aki. Atas dalil pemohon tersebut, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Foekh mengingatkan pemohon agar tidak menyertakan alasan tersebut dalam permohonan.
"Yang soal driver online apakah anda sebagai mahasiswa juga punya ijin untuk driver online, ikut Grab misalnya? Kalau tidak itu tidak perlu ditambahkan," ujar dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (4/2).
Untuk menyertakan kerugian yang diderita pengemudi daring dalam permohonan, kata dia, diperlukan surat kuasa dari pengemudi daring yang meminta untuk diwakili oleh pemohon.
Ditemui secara terpisah usai sidang, pemohon, Eliadi Hulu, mengatakan akan memperbaiki permohonan sesuai nasihat hakim konstitusi apabila hingga batas perbaikan tidak menerima surat kuasa dari pengemudi daring. "Apabila memang tidak ada kuasa dari driver online, kami tidak akan rumuskan," ucap mahasiswa semester 7 Fakultas Hukum UKI itu.
Menurut dia, diskusi dengan pengemudi daring tentang kewajiban menyalakan lampu utama saat siang hari telah dibangun. Namun, belum terdapat pengemudi yang ingin diwakili dalam perkara tersebut.
Eliadi Hulu dan temannya Ruben Saputra Hasiholan Nababan, ditilang karena tidak menyalakan lampu utama motor pada Juli 2019 pukul 09.00 WIB. Untuk itu, pemohon menilai terdapat ketidakpastian hukum pada frasa "siang hari" dalam Pasal 107 ayat (2) dan Pasal 293 ayat (2) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Salah satu petitum kami bagaimana supaya pasal 107 ini khusus yang ayat 2 ini, frasa siang hari itu berubah jadi sepanjang hari, artinya tidak lagi ada perdebatan nantinya ketika polisi melakukan penilangan," kata Eliadi Hulu.