REPUBLIKA.CO.ID, oleh M Fauzi Ridwan, Dedy Darmawan Nasution, Antara
Harga bawang putih di pasar tradisional berbagai daerah tercatat naik. Muncul dugaan kenaikan harga bawang putih berkaitan dengan larangan masuknya hasil pertanian dari China akibat virus corona.
Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, harga bawang putih melonjak dari sebelumnya Rp 35.000 per kilogram menjadi Rp 80.000 per kg. Alasannya stok mulai menipis.
Seorang pedagang sayuran di Pasar Baru Indramayu Mimin, Rabu, (5/2) mengatakan sudah beberapa hari ini harga bawang putih terus naik. "Biasanya harga bawang putih per kilogram saya jual Rp 35.000 sekarang sudah naik," kata Mimin.
Harga bawang putih di Kota Medan, Sumatra Utara, juga mengalami kenaikan. Pantauan pasar di Medan, hari ini, harga bawang putih mengalami kenaikan hingga 100 persen.
"Sekarang bawang putih harga jualnya Rp 50.000 per kilogram," kata seorang pedang di Pasar Tradisional Petisah Medan, Lena.
Ia mengatakan sebelum adanya kenaikan tersebut harga bawang putih di angka Rp 25.000 per kilogram. Untuk lonjakan harga sendiri terjadi pada empat hari terakhir ini.
"Ini kan bawang putih impor, mungkin karena virus corona sehingga pasokan berkurang di sana," ujarnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto, Senin (3/2), menyatakan akan menghentikan impor makanan dan minuman yang berasal dari China. Selain makanan dan minuman, pemerintah juga akan menyetop bawang putih.
Keputusan penghentian impor tersebut dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus corona yang berasal dari negara China.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan antisipasi untuk pemenuhan kebutuhan bawang putih yang masih perlu didukung oleh pasokan impor. Seiring merebaknya virus corona di China, Kementan mencari alternatif negara.
Sekitar 90 persen kebutuhan bawang putih nasional masih dipenuhi oleh pasokan impor. Bawang putih impor mayoritas didatangkan dari negeri tirai bambu itu karena ukurannya yang besar dan harga yang cenderung murah.
Prihasto menuturkan bawang putih juga merupakan komoditas hortikultura yang paling banyak diimpor dari China. "Ada tempat lain yang memproduksi bawang putih seperti India, Mesir, Iran juga menghasilkan bawang putih," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, Selasa (4/2).
Oleh sebab itu, Prihasto menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh abai dan mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam importasi komoditas pangan dari China. Sebab, akan menjadi masalah besar jika virus corona masuk ke Indonesia dan menular.
"Kita tidak boleh mengabaikan itu walaupun memang dikatakan tanaman bukan media pembawa virus corona. Sudah ada 23 negara terpapar virus termasuk negara tetangga. Indonesia belum dan kita harus hati-hati," tegas Prihasto.
Hingga saat ini, sikap pemerintah belum jelas apakah hanya akan memperketat atau bakal melarang total importasi komoditas pangan dari Cina. Namun, Prihasto mengatakan khusus bawang putih sementara ini masih bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Prihasto menjelaskan, ketersediaan pasokan bawang putih lokal pada bulan Februari ini diperkirakan sebesar 55-65 ribu ton. Adapun tingkat kebutuhan bawang putih per bulan sekitar 45-47 ribu ton. Pada bulan Maret-April mendatang, ia menyampaikan bahwa akan ada panen bawang putih sekitar 50 ribu ton.
"Kita perkirakan luas panen bawang putih bulan Maret-April ada sekitar 4.000 - 5.000 hektare. Kalau per hektare 10 ton kurang lebih bisa 50 ribu ton," katanya.
Ia menegaskan bahwa produksi bawang putih yang ditanam di dalam negeri boleh diperjual-belikan untuk konsumsi. Dengan kata lain, produksi lokal tidak dikhususnya untuk bibit yang akan digunakan untuk ditanam kembali. "Boleh dikonsumsi bukan hanya untuk bibit saja," ucapnya.
Prihasto mengatakan, distribusi terganggu akibat faktor cuaca di dalam negeri. Saat ini, Kementan baru menerapkan langkah pengetatan pada pintu keluar-masuk produk pertanian dari luar negeri lewat Badan Karantina Pangan. Hal itu sejalan dengan langkah proaktif pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi masuknya virus corona ke Indonesia.
Lebih lanjut, Prihasto mengakui bahwa Kementan belum menerbitkan satu pun Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk bawang putih sejak awal tahun 2020. Ia mengatakan, belum terbitnya RIPH bawang putih karena memang masih dalam tahap proses.
Kendati demikian, ia mengatakan bahwa merebaknya virus corona yang bersumber dari Kota Wuhan, Cina tetap menjadi pertimbangan Kementan untuk menerbitkan rekomendasi impor. "Semua tetap kita proses. Tapi kita tidak boleh abai terhadap hal-hal ini. Jangan sampai juga kita nanti ikut terpapar virus," katanya.
Pihaknya pun meminta pengertian dari masyarakat untuk memahami situasi yang ada. "Jadi, bukan hanya masalah harga (mahal) tapi juga kesehatan masyarakat secara umum. Ini tidak main-main kalau virus masuk kita juga yang kena," katanya menambahkan.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga bawang putih secara nasional naik 5,62 persen menjadi Rp 47.000 per kilogram. Harga tertinggi terdapat di wilayah DKI Jakarta sebesar Rp 57.500 per kg. Sedangkan terendah di Kepulauan Riau sebesar Rp 32.700 per kg.
Pedagang mengangkut bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (4/2). Kenaikan harga bawang putih paling tinggi terjadi di DKI Jakarta.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) total impor bawang putih dari China ke Indonesia sebanyak 406,5 ribu ton. Adapun untuk tahun 2020 belum ada bawang putih impor yang masuk ke Indonesia.
Bukan hanya sektor pertanian yang terdampak pengetatan masuknya produk impor China. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan bahwa 30 persen bahan baku industri nasional masih diimpor dari China, sehingga ia akan mengantisipasi dampak wabah Virus Corona dengan mempersiapkan subtitusi impor.
“Jadi, komponen bahan baku untuk industri manufaktur yang ada di Indonesia masih harus diimpor dari China sebesar 30 persen. Ini masih kita siapkan untuk subtitusi impornya,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita.
Agus mengatakan Indonesia tidak dapat berasumsi terkait keberlangsungan industri-industri di China, yang kemungkinan akan menurunkan kapasitas produksinya atau bahkan berhenti beroperasi karena wabah virus corona.
Untuk itu industri di Indonesia perlu mencari jalan keluar. Salah satunya dengan mencari sumber bahan baku dari negara lain atau memproduksi bahan baku tersebut di dalam negeri.
“Tentu ini merupakan potensi bagi Indonesia, khususnya bagi industri untuk menciptakan atau membangun industri-industri yang akan mengisi impor bahan baku dari mana saja termasuk China, itu yang saat ini sedang kita dorong agar neraca perdagangan kita semakin sehat,” ujar Menperin.
Dalam hal ini Menperin tengah berbicara dengan beberapa asosiasi industri untuk mengajak mereka menanamkan modalnya agar dapat memproduksi bahan baku di dalam negeri.
“Tapi untuk jangka menengah dan panjang, merupakan sebuah kesempatan untuk Indonesia, sebut saja pemain baru bagi mereka-mereka yang ingin berinvestasi di Indonesia di dalam produk-produk yang akan menjadi substitusi impor, tapi itu long term,” ujar Menperin.
Selain mempengaruhi impor bahan baku, Menperin menyampaikan bahwa ekspor produk industri ke China juga akan terpengaruh. Karena kemungkinan besar permintaan produk dari China akan menurun.
“Kami asumsikan bahwa permintaannya akan turun akibat virus corona, kemampuan daya beli China akan berkurang, nah itu kita harus secara agresif mencari pasar-pasar non-konvensional, misalnya di Afrika, Amerika Latin, yang sebetulnya masih terbuka,” ungkap Menperin.
Menperin berharap industri dalam negeri tetap mendapatkan pasokan bahan baku agar tetap dapat beroperasi.