REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto angkat bicara ihwal polemik penarikan penyidik KPK Kompol Rosa Purbo Bekti ke instansi asalnya. Diketahui, Kompol Rosa adalah penyidik yang menangani kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) caleg PDIP Harun Masiku.
Pria yang akrab disapa BW itu menilai, kilah, dalih dan saling berbantahan tak elok dan cendrung "konyol" kembali dipertontonkan di muka publik atas "gonjang ganjing" pemulangan Kompol Rosa. Menurut BW, eksistensi Kompol Rosa sedang dikorbankan lantaran tidak adanya kejelasan apakah Rosa ditarik atau dipulangkan.
"Pak Rosa kita tidak tarik," begitu pernyataan Karo Penmas Divisi Humas Polri; Tapi Firli Bahuri, Ketua KPK menyatakan "Tolong dipahami bahwa Kompol Rosa dan Indra betul sudah dikembalikan ke Mabes Polri." Siapa benar dan siapa bohong, atas pernyataan yang saling bertolak belakang itu," katanya dalam keterangannya, Rabu (5/2).
BW mempertanyakan, jika masa kerja tugas Rosa sebagai penyidik KPK baru selesai di September 2020 dan Rosa kini tengah melakukan penyidikan skandal kasus korupsi Harun Masiku yang mendapatkan perhatian serius dari publik tapi mengapa Rosa justru harus dipulangkan. Padahal, ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri dan KPK sangat terbatas jumlahnya penyidiknya.
"Jika silang sengkarut ini tak segera diselesaikan dan Rosa terus dihambat untuk menjalankan fungsinya sebagai penyidik KPK maka yang tengah dikorbankan adalah upaya pemberantasan korupsi dan dipastikan Harun Masiku akan 'terpingkal-pingkal' dan cekakakan karena tak bisa segera ditangkap. Apakah ini kesengajaan?," tanyanya lagi.
Sehingga, kata BW tidak ada pilihan lain, Dewas harus hadir dan tidak bersembunyi dalam persemayamannya dalam sunyi atas sengkarut yang punya indikasi sebagai pelanggaran etik yang nampak jelas sekali seperti diatur di dalam Peraturan KPK No. 07 tahun 2013 tentang Nilai Dasar, Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Ia menjelaskan, indikasi kuat pelanggaran kode etik & perilaku itu karena adanya pelanggaran pada: butir 7, huruf B. Integritas di angka I.
Nilai Dasar yang menyatakan insan KPK harus "berperilaku jujur"; butir 2, huruf C. Keadilan yang menyatakan, khusus untuk Pimpinan "mengambil putusan dengan pertimbangan yang obyektif, beradilan dan tidak memihak"; dan butir 7, huruf D.
Profesionalitas yang menyatakan "mengutamakan pelaksanaan tugas dari pada kepentingan pribadi" serta butir 4, huruf E. Kepemimpinan yang menyatakan "menilai kinerja orang yang dipimpinnya secara obyektif dengan kriteria yang jelas".
"Semoga Dewas berdaya dan kekuasaan tidak menjadi pandir, ponggah dan menganggap remeh temeh soal ini karena ada pelanggaran etik atas indikasi aroma kebohongan yang dapat berakibat dikorbankannya Rosa penyidik KPK dan didekonstruksinya akuntabilitas upaya pemberantasan korupsi," jelasnya.