REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB mengecam rencana Israel menganeksasi Tepi Barat. Rancangan resolusi itu sebuah teguran terhadap proposal perdamaian Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Rancangan resolusi yang dibagikan oleh Tunisia dan Indonesia ke anggota DK PBB itu tampaknya akan diveto AS. Tapi menawarkan pandangan redup anggota DK PBB tentang rencana perdamaian yang diumumkan Trump dengan meriah pekan lalu.
Para diplomat mengatakan negosiasi teks rancangan resolusi itu akan dimulai pekan ini. Presiden Palestina Mahmoud Abbas diperkirakan akan berbicara tentang rencana perdamain tersebut di DK PBB pekan depan.
Kemungkinan bertepatan dengan pemungutan suara rancangan resolusi tersebut. Resolusi itu menekankan ilegalitas aneksasi wilayah Palestina yang diduduki.
"Dan mengecam pernyataan Israel baru-baru ini yang menyerukan aneksasi, di wilayah-wilayah itu," tulis rancangan resolusi tersebut seperti yang dilihat oleh kantor berita Reuters, Rabu (5/2).
Sementara itu, dalam siaran persnya Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia mengatakan Indonesia terpilih kembali menjadi Wakil Ketua Komite Palestina PBB untuk periode 2020. Pada kesempatan tersebut Indonesia mendorong Komite Palestina PBB untuk menolak dengan tegas “peace plan" yang diusung oleh Amerika Serikat dan Israel.
"Karena sangat tidak mewakili hak dan aspirasi rakyat Palestina dan bertentangan dengan berbagai keputusan PBB," kata Kemlu Indonesia dalam pernyataannya.
Kemlu menambahkan demi memastikan aspirasi rakyat Palestina didengar dan diperhatikan, Komite Palestina PBB harus terus meningkatkan kerja sama dengan PBB dan negara anggotanya. Komite Palestina PBB juga diharapkan dapat memastikan bahwa dukungan kemanusiaan untuk para pengungsi dari Palestina terus berlanjut.
“Kita harus memastikan bahwa rakyat Palestina tidak terkena dampak buruk pasca-pengumuman oleh Pemerintah AS. Untuk itu, isu ini perlu terus diangkat dan tetap menjadi perhatian masyarakat internasional," kata Deputi Wakil Tetap RI, Dubes Mohammad Koba.
Dalam hal ini, kata Koba, Indonesia mengusulkan agar Komite Palestina PBB dapat juga melibatkan kalangan universitas, think tanks, dan influencers agar pesan yang disampaikan oleh Komite dapat meraih lapisan masyarakat yang lebih luas.