Kamis 06 Feb 2020 05:20 WIB

Saran Ekonom untuk Dorong Konsumsi Rumah Tangga

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal keempat 2019 sebesar 4,97 persen

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Kesibukan pedagang dan pembeli terlihat di salah satu los pasar tradisional (foto ilustrasi).   (Republika/Aditya Pradana Putra)
Kesibukan pedagang dan pembeli terlihat di salah satu los pasar tradisional (foto ilustrasi). (Republika/Aditya Pradana Putra)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal keempat 2019 sebenarnya sudah diprediksi sejak sebelumnya. Sebab, selama dua tahun terakhir, pertumbuhan konsumsi telah tertahan dengan jatuhnya harga komoditas yang membuat kelas menengah atas menahan untuk belanja.

Di sisi lain, Piter menambahkan, kebijakan pemerintah juga tidak cukup mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga. "Baik di kelas bawah ataupun menengah dan atas," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/2).

Baca Juga

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga pada kuartal keempat 2019 sebesar 4,97 persen (year on year/yoy). Angka ini merupakan laju terlambat sepanjang tahun.

Piter menjelaskan, pada 2019, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang justru menggerus daya beli masyarakat. Di antaranya kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan cukai rokok hingga rencana mengubah skema subsidi gas. Dampaknya, konsumsi rumah tangga berpotensi semakin melambat pada tahun ini.

Piter mengatakan, apabila pemerintah tidak mengubah kebijakan secara signifikan untuk mendorong daya beli masyarakat, maka pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak akan membaik. Khususnya di tengah kondisi global yang akan terus menahan harga komoditas di level rendah.

Kebijakan yang disebutkan Piter adalah pelonggaran moneter dan fiskal. Termasuk di antaranya penurunan suku bunga perbankan dan pemotongan pajak penghasilan (PPh).

"Diikuti dengan pemerintah tidak melanjutkan menaikkan harga barang subsidi," ujarnya.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, perlambatan terjadi karena penjualan eceran yang tumbuh melambat menjadi 1,52 persen dari 4,73 persen pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Di sisi lain, penjualan wholesale sepeda motor dan mobil penumpang masing-masing terkontraksi sebesar 5,60 persen dan 7,24 persen.

Suhariyanto menilai, perlambatan konsumsi rumah tangga patut diwaspadai sebagai titik awal penurunan daya beli masyarakat. "Tapi, kita tetap lihat nanti ke depannya dengan tetap memperhatikan komponen-komponennya yang bisa naik dan turun," tuturnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (5/2).

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi pada 2019 terjadi pada kuartal kedua, 5,18 persen. Sedangkan, pada kuartal pertama dan ketiga, pertumbuhannya adalah masing-masing 5,02 persen dan 5,01 persen.

Dengan kondisi tersebut, sepanjang 2019, pertumbuhannya adalah 5,04 persen, melambat dibandingkan 2018, 5,05 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement