Rabu 05 Feb 2020 21:18 WIB

PM Inggris: Rehabilitasi Islamis Bukan Pilihan Tepat

PM Inggris Boris Johnson menilai keberhasilan rehabilitasi Islamis minim.

Rep: Puti Almas/ Red: Nashih Nashrullah
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menilai keberhasilan rehabilitasi Islamis minim.
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menilai keberhasilan rehabilitasi Islamis minim.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Insiden-insiden penikaman oleh oknum Muslim di London Inggris tidak hanya membuat kekhawatiran luas bagi warga Inggris, tetapi juga mendorong diskusi tentang upaya rehabilitasi kelompok Islam yang radikal atau disebut juga sebagai Islamis.   

Berbicara setelah kasus serangan terbaru ini terjadi, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson membagikan pendapatkanya mengenai kesulitan menangani Islam radikal di negara Eropa Barat itu.  

Baca Juga

“Saya pikir, melihat masalah yang kami miliki dengan mendidik kembali, merehabilitasi orang-orang yang menyerah pada Islamisme sangatlah sulit dan jarang keberhasilan ditemui,” ujar Johnson, dilansir RMX, Rabu (5/2).  

Menjawab pertanyaan tentang apakah narapidana kasus teror yang dibebaskan dari penjara tidak berbahaya bagi publik, Johnson menyatakan bahwa masyarakat harus jujur ketika mendiskusikan masalah ini. 

Dia mengatakan perlu dipertimbangkan lebih lanjut bagaimana untuk menangani pelaku-pelaku kasus tersebut dalam sistem peradilan pidana Inggris.  

Menurut Johnson, mempertimbangkan betapa tidak berhasilnya upaya deradikalisasi, terdapat hal yang sangat sulit dilakukan. Hambatan psikologis yang besar menjadi salah satunya, karena itu dia menekankan betapa pentingnya opsi penjagaan.   

Suatu pendekatan baru yang dilakukan untuk memenjarakan para terpidana Islamis, alih-alih membebaskan mereka akan mengarah pada pembebasan otomatis awal bagi para teroris, termasuk pelaku kekerasan atau pelanggar seksual. 

Namun, banyak narapidana kasus teror yang ada saat ini sedang bersiap-siap untuk pembebasan lebih awal dari penjara, yang mengarah kepada kekhawatiran ketika serangan berikutnya mungkin terjadi.  

Karena itu, Johnson ingin memastikan terpidana teroris tidak akan dapat meminta pembebasan lebih awal. 

Sejumlah kota di Eropa, seperti London, Brussel, dan Paris, yang memiliki populasi Muslim yang besar, semuanya telah menjadi target puluhan serangan teroris Islam selama bertahun-tahun. 

Wali Kota London, Sadiq Khan, pernah mengatakan serangan teroris adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan di kota besar. Namun, pernyataan ini mendapatkan  kritik dari sejumlah pemimpin negara-negara Barat dan media.   

Banyak yang menunjukkan kota-kota seperti Budapest, Warsawa, dan Praha tidak mengalami serangan teroris Islam meskipun termasuk besar dan metropolitan. 

Karena skala dan konsistensi serangan teroris di Eropa, beberapa juga telah mengaitkan masalah terorisme dengan migrasi berkelanjutan ke benua ini, dengan banyak dari mereka yang bertanggung jawab atas serangan tersebutm baik berasal dari migran baru atau migran generasi kedua atau ketiga yang berasal dari negara-negara Timur Tengah. 

"Tentu saja itu tidak diterima, tetapi poin faktualnya adalah semua teroris pada dasarnya adalah migran. Pertanyaannya adalah kapan mereka bermigrasi ke Uni Eropa,” kata Perdana Menteri Hungaria Viktor Orbán.    

Beberapa waktu lalu, pubik dikejutkan dengan adanya penikaman sejumlah orang di wilayah selatan Ibu Kota London, Inggris. Pelaku yang diidentifkasi sebagai pria bernama Sudesh Aman, ternyata sebelumnya pernah dihukum atas kasus teror dan dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun empat bulan.  

Pria berusia 20 tahun itu baru saja dibebaskan dari penjara pada Januari lalu. Kasus serangan ini bukanlah satu-satunya insiden yang melibatkan seseorang dengan paham Islam radikal. 

Sebelumnya, pada November 2019, serangan di London Bridge terjadi dan menewaskan dua orang telah melibatkan seorang yang serupa, pernah menjadi terpidana, namun hanya menjalani setengah dari waktu hukuman penjara.  

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement