REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Dukungan sunat nonmedis bagi anak laki-laki Muslim dan Yahudi didukung penuh oleh gereja terbesar di Swedia. Alasannya, karena dilatarbelakangi kebutuhan masing-masing agama.
Bahkan, dalam dokumen pribadi milik Gereja Swedia yang berjudul Pandangan tentang Sunat Laki-Laki ditegaskan upaya sunat tidak bertentangan dengan konvensi PBB tentang hak-hak anak. Sebaliknya, gereja itu berpendapat, sunat yang dilakukan oleh Muslim, Yahudi dan Kristen adalah tindakan penciptaan identitas dari perspektif agama, etnis ataupun budaya, yang diabadikan oleh kebebasan beragama.
Lebih lanjut, menilik latar belakang ini, seorang tokoh terkemuka setempat, Moshe David HaCohen dari Malmo, menyebut makalah gereja itu sebagai pernyataan yang sangat penting. "Sangat baik untuk melihat mereka (Gereja Swedia) memahami bagaimana melampaui kebebasan beragama, tidak membiarkan ini mengurangi identitas anak, baik dalam Yudaisme dan Islam," tulisnya di Facebook seperti dilansir JTA, Kamis (6/2).
Hingga kini, anak laki-laki yang menjadi subjek sunat atau disebut milah, masih menjadi kontroversi di Eropa, utamanya di Skandinavia. Kaum liberal yang mengutip kesejahteraan anak dan aktivis anti-imigrasi, menentang upaya sunat sebagai impor asing.
Hal serupa juga kerap kali dipertentangkan oleh kaum liberal Eropa terkait cara menyembelih hewan untuk makanan. Terlebih, di seluruh Eropa kini, organisasi-organisasi Kristen telah mendukung advokasi Muslim dan Yahudi atas praktik itu. Penyembelihan halal juga nyatanya tidak diperbolehkan di sebagian besar Belgia, Norwegia, serta beberapa bagian di Austria dan Swiss.