REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Perdana Menteri India, Narendra Modi, dan partainya Bharatiya Janata Party (BJP) pekan ini menghadapi ujian pemilihan pertama sejak protes anti-pemerintah berkembang. Kondisi ini justru bisa menjadi penawaran baru untuk Modi menarik suara kembali.
BJP yang merupakan nasionalis Hindu memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan umum pada Mei. Namun, setelah itu partai Modi mengalami kekalahan dalam serangkaian pemilihan negara bagian.
Untuk menghadapi pemilihan pada Sabtu (8/2), partai ini memanfaatkan isu yang memang sedang berkembang. Perpecahan pendapat akan dimanfaatkan untuk menarik suara tinggi ke pihak mereka.
Demonstrasi yang berkembang pada Desember tahun lalu terhadap gugatan Undang-Undang Kewarganegaraan. Kondisi ini seakan membuat dua kelompok agama saling berhadapan dan BPJ akan dengan mudah mengamankan suara dari umat Hindu.
"Benar atau salah, mereka sebagian besar dipandang sebagai pengunjuk rasa Muslim. Ada polarisasi antara umat Hindu dan Muslim yang sesuai dengan BJP," kata peneliti Yayasan Pengamat Penelitian yang berbasis di New Delhi, Harsh Pant.
Peraturan yang memunculkan protes ini memberikan kelonggaran bagi minoritas agama non-Muslim yang lolos dari penganiayaan di tiga negara tetangga, Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh untuk mendapatkan kewarganegaraan India. Para kritikus melihat undang-undang baru itu tidak konstitusional dan mendiskriminasi umat Islam.
Tanpa pemimpin terkenal di New Delhi, analis itu mengatakan BJP telah mengintensifkan kebijakan kampanye pada daya tarik pribadi Modi, bukan pada masalah pembangunan.
Padahal, penantang utama BJP, Partai Aam Aadmi, memberi sorotan atas kerja pemerintah. "Apa yang tampaknya mereka lakukan adalah bertarung dalam pemilihan umum negara bagian atas popularitas Modi," kata Pant.
BJP mencoba membuat kilas balik keberhasilan Modi dalam membuat keputusan yang menarik perhatian umat Hindu, seperti menarik status Khasmir hingga membersihkan jalan untuk pembangunan kuil Hindu di situs yang lama diperdebatkan di India utara.
Justru masalah polusi udara dan kesenjangan di New Delhi tidak tersentuh sama sekali oleh BJP. "BJP telah meracuni atmosfer," Afsal Ahmed Khan, salah satu penyelenggara protes.
Di Shaheen Bagh, yang merupakan daerah kelas pekerja, mayoritas Muslim di Delhi tenggara melakukan unjuk rasa. Mereka memblokir jalan utama selama berbulan-bulan, menuntut pencabutan Undang-Undang kewarganegaraan.
"Mereka berusaha memenangkan pemilihan tanpa mengatasi masalah apa pun, dengan membuatnya tentang umat Hindu dan Muslim. Tetapi orang-orang tidak akan kembali ke rumah mereka sampai pemerintah menghapus undang-undang diskriminatif ini," ujar Khan.
Atas demonstran yang terus terjadi, BJP pun mendiskreditkan para pemrotes. Mereka pun menuduh demonstran yang disejajarkan dengan musuh bebuyutan India, yaitu Pakistan yang mayoritas Muslim.
BJP pun lebih memilih menyerang sosok Ketua Menteri Delhi Arvind Kejriwal yang juga merupakan pemimpin Partai Aam Aadmi. Para pemimpin BJP menyebut Kejriwal sebagai teroris dan menuduh para pemrotes sebagai pemerkosa.
"Pakistan akan senang jika Anda memilih Kejriwal," seorang pemimpin sayap wanita BJP, Sukhpreet Kaur, mengatakan pada sebuah pertemuan pemilihan sekitar 100 wanita di lingkungan Mayapuri, kelas pekerja di Delhi.
Sedangkan biksu Hindu dan menteri utama BJP negara bagian terpadat di India, Uttar Pradesh, Yogi Adityanath, menyebut Pakistan delapan kali dalam 48 detik dalam sebuah pidato di Delhi pekan ini. Sentimen ini bisa menjaraing suara bagi umat Hindu.