REPUBLIKA.CO.ID, ROMA -- Italia berjanji untuk memberikan bantuan tambahan senilai 1 juta Euro atau sekitar Rp 15,4 miliar untuk Muslim Rohingya yang menetap di kamp sementara di distrik Cox's Bazar di Bangladesh selatan. Pemerintah Italia pun telah menyampaikan komitmennya untuk membantu pengungsi Rohingya.
Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte mengumumkan komitmen tersebut dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina di Roma, Italia, Rabu (5/2) waktu setempat. "Selain bantuan yang ada, Italia akan menyediakan 1 juta Euro untuk bantuan Muslim Rohingya melalui UNHCR," kata Ihsanul Karim, sekretaris pers Hasina, menurut kantor berita pemerintah Bangladesh yang dilansir Anadolu Agency, Jumat (7/2).
Conte memuji sikap Bangladesh yang menampung lebih dari satu juta pengungsi Rohingya. Para pengungsi itu melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar selama beberapa dekade terakhir. Sebagian besar setelah tindakan keras besar-besaran pada Agustus 2017.
Selama pertemuan bilateral Hasina juga mendesak masyarakat internasional, termasuk Italia, untuk menekan Myanmar agar mematuhi putusan baru-baru ini oleh Mahkamah Internasional (ICJ) tentang perlakuan negara itu atas minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.
ICJ yang bermarkas di Den Haag, pengadilan tertinggi PBB, mengeluarkan putusan sementara untuk Myanmar pada bulan lalu. Hal ini supaya ada langkah-langkah darurat guna mencegah genosida Rohingya. Myanmar diberi batas waktu empat bulan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan memastikan bahwa Rohingya di negara itu tidak akan dirugikan.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar. Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Hal itu membuat jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh mencapai di atas 1,2 juta jiwa. Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan Ontario International Development Agency (OIDA).