REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengenakan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap dua tersangka kasus PT Asuransi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kepuspenkum) Kejakgung Hari Setiyono mengatakan, tim penyidik, punya alat bukti cukup untuk menjerat kedua tersangka tersebut dengan tuduhan berlapis, selain sangkaan utama, tindak pidana korupsi.
“Perkembangan penyidikan sampai saat ini, menemukan bukti permulaan yang cukup untuk dikenakan juga dengan pasal TPPU,” kata Hari, Ahad (9/2).
Terhadap dua tersangka tersebut, sebelumnya Kejakgung, Selasa (7/1) menjerat keduanya dengan Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Benny dan Heru, dua tersangka dugaan korupsi Jiwasraya dari kalangan pebisnis. Benny selaku Komisaris Utama PT Hanson Internasional, dan Heru selaku Komisaris PT Trada Alam Minera. Selain kedua tersangka itu, Kejakgung pada Kamis (6/2) menetapkan satu lagi pebisnis sebagai tersangka, yakni Joko Hartano Tirto yang diketahui sebagai Direktur Utama PT Maxima Integra.
Kini sudah enam orang menjadi tersangka. Tiga tersangka lainnya, para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Harry Prasetyo, dan Syahmirwan. Keenam tersangka tersebut, sudah dalam penahanan terpisah.
Sudah punya enam tersangka, Kejakgung, pun masih memiliki beberapa nama lain yang berpotensi dijerat pidana. Karena, masih ada sekitar 10 nama saksi yang dalam status cegah keluar negeri.
Direktur Penyidikan pada Direktorat Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Febri Adriansyah akhir pekan lalu mengatakan, jumlah nama yang dicegah itu bertambah tiga orang dari daftar semula. Bulan lalu, 13 orang yang dicegah. Lima di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Pekan lalu, ada tiga nama yang dicegah ke luar negeri, termasuk di antaranya adalah Joko Hartono yang sudah tersangka.
“Total yang dicegah itu ada 16 orang,” ujar Febri. Selain Joko, yang masuk dalam daftar cegah baru, yakni dua orang berinisial PR dan BM. Kata Febri potensi tersangka memang selalu bertambah selama penyidikan Jiwasraya berlangsung.
Namun sementara ini, kata Febri, fokus penyidikan tetap kepada enam orang yang sudah dijadikan tersangka dan ditahan. “Selama kita menemukan bukti-bukti dalam penyidikan, potensi tersangka itu akan selalu ada. Kita akan lihat perkembangan penyidikan dari enam tersangka ini,” sambung Febri.
Kasus Jiwasraya, berawal dari kegagalan perusahaan asuransi milik negara itu membayar klaim nasabahnya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan, gagal bayar Jiwasraya per September 2018 mencapai Rp 13,7 triliun. Gagal bayar yang dialami Jiwasraya, juga mengerek defisit pencadangan keuangan senilai Rp 27,2 triliun.
BPK menilai, kondisi buruk Jiwasraya, dikarenakan aksi korporasi yang menyimpang dan melanggar aturan.Besarnya angka gagal bayar, dan defisit keuangan Jiwasraya, diyakini Kejakgung lantaran dugaan korupsi yang terjadi sejak 2008 sampai 2018.
Selama penyidikan, selain telah menetapkan enam tersangka, Kejakgung juga melakukan pelacakan dan penyitaan aset berharga milik para tersangka. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menjanjikan, aset sitaan dari para tersangka, sebagai sumber dana ganti rugi uang nasabah, dan kerugian negara.
Akhir pekan lalu, Kejakgung, sudah menyita sejumlah aset tak bergerak seperti tanah, dan properti. Bahkan, Kejakgung ikut menyita perusahaan batubara di Kalimantan Timur (Kaltim) milik tersangka Heru Hidayat.
Dari tersangka Benny Tjokro, Kejakgung menyita sedikitnya 93 unit apartemen mewah di Jakarta Selatan (Jaksel), serta melakukan blokir terhadap 156 bidang tanah di Banten, juga dua komplek perumahan seluas 60 dan 20 hektare di Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat (Jabar).