Senin 10 Feb 2020 15:14 WIB

Soal Investasi Jiwasraya, BEI: Itu Bukan Tanggung Jawab Kami

BEI sudah memberikan sanksi kepada saham-saham yang terkait Jiwasraya sejak 2016.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Asuransi Jiwasraya
Foto: Republika/Prayogi
Asuransi Jiwasraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan telah menerapkan seluruh mekanisme pengawasan terhadap semua saham yang dibeli oleh PT Asuransi Jiwasraya. Sebagai regulator, BEI berperan menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien.

"Ada mekanisme pengawasan, semuanya sudah dilakukan dan kita laporkan ke publik," kata Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi, saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI, Senin (10/2).

Baca Juga

Inarno mengakui permasalahan yang membelit Jiwasraya merupakan kasus yang unik. Inarno memastikan bahwa sebagian besar saham yang dibeli oleh Jiwasraya memiliki kinerja yang buruk. Saham yang dibeli bahkan seringkali mendapat sanksi dari pihak Bursa.

Inarno mengatakan, BEI sudah memberikan sanksi kepada saham-saham yang terkait Jiwasraya sejak 2016 silam. Pemberian sanksi terhadap saham yang berhubungan dengan Jiwasraya masih terus berlanjut hingga 2019.

Namun, komite investasi Jiwasraya seolah mengabaikan peringatan tersebut dan malah membelinya. "Kami sudah beri perinagatan, kalau masih beli juga saham yang ada, itu bukan kewenangan kami apakah mereka harus beli atau tidak," tegas Inarno.

Inarno menjelaskan, setidaknya sudah ada 272 sanksi yang diberikan kepada saham yang terkait Jiwasraya. Pada 2016, jumlah sanksi yang diberikan sebanyak 39, lalu pada 2017 meningkat menjadi 64 sanksi. Sanksi terbanyak diberikan pada 2019 yaitu sekitar 95 sanksi dan terakhir pada 2019 sebanyak 74 sanksi.

Direktur Penilai Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menambahkan, kesalahan investasi Jiwasraya merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan di komite investasi perusahaan. Menurutnya, saham-saham yang dipilih tentunya sudah melewati pertimbangan terlebih dahulu.

"Dalam hal mempertimbangjan keputusan investasi. Mereka dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan. Beda dengan investor ritel, kalau investor institusi itu perangkatnya lebih lengkap dengan tim yang capable. Mereka harusnya sudah pertimbangkan keputusan investasi saat beli atau jual," tutur Nyoman.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement