Selasa 11 Feb 2020 08:44 WIB

Minyak Jatuh ke Level Terendah, Permintaan China Melemah

Impor minyak ke China anjlok setelah pabrik penyulingan memangkas operasi.

Ilustrasi Kilang Minyak. Harga minyak anjlok didorong oleh penurunan impor China.
Foto: Reuters/Shamil Zhumatov
Ilustrasi Kilang Minyak. Harga minyak anjlok didorong oleh penurunan impor China.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak jatuh ke level terendah sejak Desember 2018 pada akhir perdagangan Senin (10/2), tertekan melemahnya permintaan China di tengah wabah virus corona. Di sisi lain, pedagang menunggu apakah Rusia akan bergabung dengan produsen lain dalam upaya pengurangan produksi lebih lanjut.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April turun 1,20 dolar AS atau 2,2 persen menjadi menetap di 53,27 dolar AS per barel, penutupan terendah sejak 28 Desember 2018. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret turun 0,75 dolar AS atau 1,5 persen menjadi berakhir di 49,57 dolar AS, penutupan terendah sejak 7 Januari 2019.

Baca Juga

Penurunan tersebut membuat Brent dan WTI berada di wilayah oversold masing-masing selama 13 hari dan 14 hari, garis bearish terpanjang sejak November 2018.

Minyak telah turun lebih dari 25 persen dari puncaknya pada Januari, dengan minyak mentah AS (WTI) kembali di bawah 50 dolar AS per barel setelah virus yang menyebar memukul permintaan di China, importir minyak terbesar di dunia. Hal ini memicu kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global.

"Pasar minyak terus mengalami tekanan dari krisis kesehatan virus corona, yang telah membuat sektor transportasi dan manufaktur China macet," kata analis di Eurasia Group dalam sebuah laporan.

Impor minyak mentah dan gas alam China telah anjlok karena sebagian besar pabrik penyulingan China secara signifikan memotong operasi mereka. Sementara terminal impor memangkas pesanan untuk pengiriman baru dan beberapa telah menyatakan force majeure.

Beijing telah mengatur dukungan untuk perusahaan dan pasar keuangan dalam sepekan terakhir dan investor berharap lebih banyak stimulus untuk mengangkat ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Kekhawatiran atas pasokan tidak berkurang pada Jumat (7/2/2020) ketika Rusia mengatakan perlu lebih banyak waktu untuk memutuskan rekomendasi dari komite teknis yang telah menyarankan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk mengurangi produksi lagi 600.000 barel per hari (bph).

Grup, yang dikenal sebagai OPEC+, telah menerapkan pemotongan 1,2 juta barel per hari sejak Januari 2019 untuk mengurangi kelebihan pasokan global dan menopang harga minyak mentah. Menteri Perminyakan Aljazair Mohamed Arkab mengatakan pada Minggu (9/2/2020) komite telah menyarankan pengurangan produksi lebih lanjut sampai akhir kuartal kedua.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan Moskow membutuhkan lebih banyak waktu untuk menilai situasi, menambahkan bahwa pertumbuhan produksi minyak mentah AS akan melambat dan permintaan global masih solid.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement