Selasa 11 Feb 2020 13:37 WIB

Kebijakan Pengendalian ASF Bukan dengan Pemusnahan Babi

Penyakit ASF yang menyebabkan kematian babi di Sumut penyakit baru.

Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menegaskan bahwa strategi pengendalian ASF di Sumut tidak menggunakan strategi pemusnahan massal babi.
Foto: Kementan
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menegaskan bahwa strategi pengendalian ASF di Sumut tidak menggunakan strategi pemusnahan massal babi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyikapi aksi "Save Babi" yang digelar untuk menolak pemusnahan ternak babi oleh peternak, pengusaha kuliner, pengumpul sisa-sisa makanan untuk pakan babi, dan pecinta hewan berkaki empat pada Senin (10/2), di kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menegaskan bahwa strategi pengendalian ASF di Sumut tidak menggunakan strategi pemusnahan massal babi.

Menurut Dirjen PKH, I Ketut Diarmita, penyakit African Swine Fever (ASF) yang menyebabkan kematian babi di Sumut adalah penyakit baru (eksotik) di Indonesia, dan belum ditemukan Vaksin serta obatnya di Dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah dan mewabah diberbagai negara meliputi China, Mongolia, Viet Nam, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Myanmar, Filippina, Korea Utara, dan Timor Leste.

Baca Juga

Walaupun ASF berbahaya bagi babi, namun ia menegaskan bahwa penyakit ini tidak dapat ditularkan dari hewan ke manusia (bukan bersifat zoonosis).

"Sampai saat ini belum ditemukan vaksin ASF yang efektif untuk pencegahan, strategi utama kita untuk pencegahan adalah melalui penerapan biosekuriti dan pengetatan lalu lintas," jelasnya.

Lanjut Ketut menjelaskan bahwa sebagai langkah preventif, sebelum terjadinya wabah, Kementan telah melakukan sosialisasi terkait pentingnya implementasi biosekuriti dan biosafety ini kepada kepala daerah, dinas, peternak babi, dan masyarakat melalui berbagai media, baik secara langsung maupun melalui media massa.

"Untuk pengendalian, Kementan telah memberikan bantuan dalam bentuk disinfektan, sprayer, Alat Pelindung Diri (APD), kantong bangkai, pendirian posko, spanduk, leaflet, poster dan bantuan operasional untuk penanganan dan penguburan bangkai," tambahnya.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian telah mengumumkan adanya kejadian penyakit ASF di Sumut melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No. 820/Kpts/PK.32/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit demam babi Afrika (African Swine Fever/ ASF) pada beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Desember 2019.

Keputusan Menteri Pertanian tersebut dan peraturan perundangan lain seperti UU No. 18 Tahun 2009 dan PP No. 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan, dijelaskan Ketut sebagai dasar Pemerintah untuk segera membantu peternak dan masyarakat agar ASF dapat dikendalikan dan dibebaskan, sehingga semua peternak terdampak baik kecil, menengah, dan besar dapat beternak kembali.

"Pada saat kondisi ASF terkendali, dan secara bertahap dapat kita bebaskan, maka Pemerintah akan berupaya memfasilitasi dalam penyediaan kembali babi yang telah dipastikan bebas dari penyakit penting pada babi, khususnya ASF," ungkapnya.

Ketut menyebutkan bahwa, untuk penyediaan kembali babi, Ia akan memastikan bahwa babi-babi tersebut berasal dari wilayah/zona/kompartemen yang status kesehatan hewannya baik, dan babinya memiliki genetik yang unggul.

"Hal tersebut untuk mendukung masyarakat dapat kembali beternak. Pemerintah juga akan berikan bimbingan teknis untuk peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi peternak terkait tata cara beternak yang baik dan benar," pungkasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement