REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof Din Syamsuddin melihat polemik warga negara Indonesia (WNI) eks kombatan ISIS secara normatif dari sudut hukum dan konstitusi. Menurutnya, tidak ada jalan lain menyelesaikan permasalahan ini kecuali memakai parameter konstitusi hukum yang ada.
Din mempertanyakan apakah ada halangan konstitusional untuk menerima WNI eks kombatan ISIS. Sebaliknya, apakah dimungkinkan mereka diterima kembali ke Tanah Air, ini yang perlu dikaji. Kajiannya bisa kasus per kasus dan orang per orang karena dari 600 WNI itu memiliki kasus yang berbeda-beda sehingga tidak bisa disamaratakan.
"Seandainya dari mereka ada yang masih berstatus WNI belum terhilangkan status ke-WNI-annya, saya tidak tahu jangan-jangan semua (statusnya masih WNI), jangan-jangan sebagian (statusnya masih WNI), kalau itu ada maka tanggung jawab negara untuk melindungi (WNI)," kata Din kepada Republika.co.id, Senin (10/2).
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menegaskan, sudah diatur oleh konstitusi negara harus melindungi seluruh rakyat dan tanah tumpah dara Indonesia. Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah ini jangan membawa alasan lain dulu, tapi pakai alasan hukum dan konstitusi saja.
Ia menjelaskan, setelah WNI eks kombatan ISIS diterima kembali, selanjutnya mereka disadarkan. Supaya mereka jangan berpikiran lain dan jangan lagi terpapar oleh ideologi ISIS. Mereka diajak bersama-sama setia pada ideologi Pancasila.
"Tapi kalau mereka sudah kehilangan kewarganegaraan nggak perlu diurus, nggak usah repot-repot. Apakah dengan paspor yang hilang, terbakar, dibakar, apakah itu hilang kewarganegaraannya? Harus dibuktikan dulu, ini persoalan konstitusi," ujarnya.