REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Ribuan warga Palestina menggelar demonstrasi di Tepi Barat, Selasa (11/2). Mereka menyuarakan penolakan atas rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Para pengunjuk rasa memadati Al-Manara Square di Ramallah. Mereka mengibarkan bendera Palestina dan mengusung poster yang memuat pernyataan kecaman terhadap rencana perdamaian Trump. "Trump adalah bagian dari masalah bukan solusi" ditulis pada salah satu poster yang dijunjung pendemo.
Perdana Menteri Palestina Mohammed Shtayyeh turut berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut. "Semua rakyat Palestina dan semua faksi, nasional dan Islam, berdiri di belakang Presiden (Palestina) Mahmoud Abbas," kata dia kepada kerumunan massa.
Dia mengapresiasi banyaknya warga Palestina yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut. "Semua jalan penuh. Ini adalah respons Palestina," ujar Shtayyeh.
Aksi unjuk rasa itu diselenggarakan saat Dewan Keamanan PBB dijadwalkan melakukan pemungutan suara terhadap rancangan resolusi yang menolak rencana perdamaian Trump. Resolusi itu disponsori Indonesia dan Tunisia serta didukung Palestina.
Dalam draf resolusi disebutkan bahwa rencana perdamaian Timur Tengah buatan Trump melanggar hukum internasional. Rencana itu pun mengabaikan tuntutan Dewan Keamanan PBB terkait solusi dua negara Israel-Palestina berdasarkan perbatasan pra-1967.
Oleh sebab itu, rencana perdamaian Trump dinilai ilegal. AS dikabarkan telah mengusulkan agar susunan redaksi dalam rancangan resolusi itu direvisi. Dikutip laman Al Araby, Washington dilaporkan ingin mengubah teks untuk menghapus referensi tentang garis perbatasan 1967 sebagai dasar perdamaian.
AS pun hendak menghilangkan pernyataan yang menyatakan bahwa permukiman Israel yang dibangun di Tepi Barat sejak 1967 adalah ilegal. Tak hanya itu, AS disebut akan menghapus bahasa yang menyamakan Yerusalem Timur dan Tepi Barat sebagai wilayah yang diduduki. "Diskusi sedang berlangsung di teks," ujar seorang diplomat.
Untuk dapat lolos, sebuah rancangan resolusi harus memperoleh sembilan dukungan dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Ia pun tak boleh diveto oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan, yakni AS, Prancis, Inggris, China, dan Rusia.
Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah-nya, termasuk untuk konflik Israel-Palestina pada 28 Januari lalu. Namun, rencana itu menuai banyak kritik dan protes.
Trump dinilai memprioritaskan dan membela kepentingan politik Israel. Hal itu terbukti karena dalam rencana perdamaiannya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tak terbagi.
Padahal dia mengetahui Palestina menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota masa depan negaranya. Palestina berulang kali menyatakan hal itu tak dapat ditawar, termasuk dengan solusi atau bantuan ekonomi sekalipun.
Sebagai pengganti Yerusalem Timur, Trump mengusulkan Abu Dis untuk menjadi ibu kota Palestina. Tak hanya itu, Trump pun mengakui kekuasaan atau pendudukan Israel atas sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordan.
Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Uni Afrika, dan Uni Eropa telah menolak rencana perdamaian Trump. Rencana itu dinilai melanggar hukum dan resolusi internasional.