Selasa 11 Feb 2020 19:53 WIB

Dispendik Perintahkan Sobek Lembaran Buku Sebut NU Radikal

PCNU menyebut buku itu sudah diprotes tahun lalu, tapi sekarang masih beredar.

Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya memerintahkan semua kepala sekolah di SD/ MI untuk menyobek lembaran buku tematik Kelas 5 berjudul “Peristiwa Dalam Kehidupan”. Dalam buku itu Nahdlatul Ulama (NU) disebut sebagai organisasi radikal.

"Di buku pelajaran resmi Kemendikbud ada konten pelajaran yang menurut PCNU (Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama) Kota Surabaya tidak benar. PCNU kemudian melayangkan protes kepada Dispendik," ujar Kepala Dispendik Kota Surabaya Supomo saat dikonfirmasi di Surabaya, Selasa (11/2).

Baca Juga

Mantan Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya itu menyatakan telah menginstruksikan kepala SD se-Surabaya untuk menyobek satu halaman dari buku tersebut.

Kemudian, kata dia, satu halaman yang disobek itu dikumpulkan di kantor Dispendik dengan disaksikan langsung Ketua PCNU Kota Surabaya Muhibbin Zuhri.

"Sebetulnya ini persoalan lama. Sekarang sudah saya tindaklanjuti dengan pencabutan (penyobekan) buku itu," ucap mantan Camat Kenjeran tersebut.

Sementara itu, Ketua PCNU Kota Surabaya Muhibbin Zuhri mengatakan buku tersebut pada tahun lalu dinyatakan dicabut dan direvisi oleh Kemendikbud. Namun ternyata di Surabaya dan kota lain masih beredar.

"Menanggapi pengaduan dari kami, saya gembira dengan respons dari Kepala Dispendik Surabaya yang cepat dan konkret. Kepala Dispendik Surabaya langsung memerintahkan seluruh kepala SD untuk menarik, dalam hal ini halaman yang menimbulkan polemik itu," katanya.

Selanjutnya, lanjut dia, Dispendik Kota Surabaya menyampaikan persoalan ini kepada struktur kedinasan di atasnya, yaitu Kemendikbud.

Ia juga berharap Kemendikbud segera menindaklanjuti apa yang diperintahkan oleh Mendikbud pada Februari 2019.

Sebelumnya, Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Surabaya masih menemukan peredaran buku tersebut di sekolah-sekolah.

Buku itu memuat diksi bahwa Nahdlatul Ulama digolongkan sebagai organisasi radikal penentang penjajah Belanda pada masa kemerdekaan.

Diksi tersebut kemudian diprotes oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada awal 2019 sehingga Kemendikbud berjanji akan menariknya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement