REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia, Azril Azahari menilai belum adanya keseriusan dari pemerintah untuk mendorong industri wisata halal. Sebab, konsep yang dimiliki pemerintah belum matang dan tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Azril mengatakan, semestinya pemerintah mengutamakan wisata ramah muslim. Sebab, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim sudah dikenal dunia dan tidak perlu mendeklarasikan wisata halal. Destinasi wisata yang terdapat di Indonesia semestinya lebih mengutamakan upaya agar ramah muslim dengan membenahi akomodasi-akomodasi yang mendasar.
"Penduduk kita sudah mayoritas muslim tapi memang bukan pakai hukum Islam, jadi yang benar menurut saya adalah wisata ramah muslim," kata Azril saat dihubungi, Selasa (11/2).
Azril melanjutkan, yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan destinasi yang ramah muslim terutama kebersihan dan kesehatan. Hal itu pun menjadi masalah bagi destinasi wisata pada umumnya.
Selain kesehatan dan kebersihan, Indonesia juga masih lemah dari sisi keamanan dan keselamatan di destinasi wisata, keberlanjutan lingkungan, serta ketersediaan infrastruktur.
"Kalau itu semua dipenuhi, wisatawan akan otomatis datang. Jadi pahami dulu konsep dari pariwisata itu, pemerintah menurut saya belum paham," katanya.
Pihaknya pun meminta kepada pemerintah, terutama Kemenparekraf untuk menyusun strategi pengembangan dan konsep wisatawan ramah muslim yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Menurut Azril, negara-negara di dunia seperti Jepang dan Thailand yang mengangkat wisata halal karena bukan merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim.
Berbeda dengan Indonesia yang sudah memiliki modal dasar dan tinggal fokus pada pembenahan destinasi yang ramah kepada muslim. "Pariwisata di Indonesia cukup dengan muslim friendly," ujarnya.