REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini sebesar 4,9 persen sampai 5,1 persen. Alasannya, faktor ketidakpastian semakin meningkat pada 2020.
Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, bila wabah virus corona berlangsung lama, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi hanya tumbuh 4,9 persen. Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,02 persen.
"Corona ini dampaknya lebih besar karena ini menyangkut negara yang punya pengaruh paling besar di dunia, termasuk Indonesia. Kita bertanya-tanya, akan seberapa jauh dampaknya pada indonesia," ujar Faisal di Jakarta, Selasa, (11/2).
Dirinya menjelaskan, salah satu dampak corona ke Indonesia yaitu terkait distribusi. Bila aktivitas produksi Tanah Air menurun signifikan, otomatis permintaan terhadap bahan baku di China juga turun signifikan.
"Kita juga tahu batu bara dan gas itu ekspor andalan kita yg tujuannya ke Tiongkok, jadi pasti berpengaruh. Sawit juga ada pengaruhnya, cina negara kedua tujuan ekspor kita," kata Faisal.
Sektor pariwisata menurutnya paling cepat terdampak, sebab penyebaran virus corona paling mudah lewat mobilitas. Ini membuat sejunlah aktivitas pariwisata diberhentikan, sehingga mengurangi turis China yang masuk Indonesia.
Wisatawan asal Cina merupakan yang terbanyak datang ke Indonesia. Jumlahnya mencapai dua juta dari total 16 juta wisatawan yang masuk ke Tanah Air.
"Dampaknya terhadap pariwisata jauh lebih luas lagi. Bukan hanya wisatawan China tapi hampir semua wisatawan mancanegara mengalami penurunan drastis untuk masuk ke indonesia," tuturnya.
Potensi Foreign Direct Investment (FDI) pun akan terpengaruh. Padahal Indonesia, kata dia, sedang membangun optimisme lewat omnibus law dan lainnya. Ia menjelaskan, FDI dan investasi bisa dipengaruhi oleh sentimen suatu negara. Perlu diketahui China saat ini, sudah menjadi investor kedua terbesar di Indonesia, menyalip jepang.