REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih dari Fraksi PDI Perjuangan. Pada Selasa (11/2), tim penyidik memeriksa mantan Kepala Sekretariat DPP PDIP Irwansyah dan dua tersangka anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dan Saeful, pihak swasta.
"Penyidik memeriksa dua tersangka yaitu Ibu Agustiba dan Saeful untuk sebagai saksi masing-masing berkas ada 4. Jadi masing-masing diperiksa sebagai saksi untuk perkara tersangka lainnya," kata Plt Jubir KPK Bidang Penindakan Ali Fikri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (11/2).
Kemudian, sambung Ali, kepada mantan kepala sekretariat DPP PDIP diperiksa seputar tentang masalah administratif, bagaimana mekanisme pergantian antar waktu.
Usai diperiksa Saeful yang merupakan mantan staf Hasto Kristiyanto mengklaim tak ada aliran dana suap dari DPP PDIP. Dalam hal ini suap diberikan kepada Wahyu untuk menetapkan politikus PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme PAW
"Tidak ada (aliran suap dari DPP PDIP)," ujar Saeful.
Saeful juga mengaku tak menerima perintah dari DPP PDIP untuk menjadi perantara suap dari Harun Masiku kepada Wahyu Setiawan. Menurut Saeful, semua uang suap berasal dari Harun Masiku yang hingga kini masih buron.
"Enggak ada (DPP PDIP) yang perintah. Partai hanya proses administrasi hukum, partai hanya urusan proses hukum. Semua uang dari Harun. Semua dari Harun keuangannya, dari Harun semua," kata Saeful.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan 3 tersangka lainnya. Yakni mantan Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan Caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful pihak swasta.
Pemberian suap untuk Wahyu itu diduga untuk membantu Harun dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP yang meninggal dunia yaitu Nazarudin Kiemas pada Maret 2019. Namun dalam pleno KPU pengganti Nazarudin adalah caleg lainnya atas nama Riezky Aprilia.
Wahyu diduga sudah menerima Rp 600 juta dari permintaan Rp 900 juta. Dari kasus yang bermula dari operasi tangkap tangan pada Rabu, 8 Januari 2020 ini, tim penindakan KPK menyita uang Rp 400 juta.