REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan Surat Edaran Nomor 273/487/SJ sebagai upaya pencegahan dini mengantisipasi potensi terjadi pelanggaran oleh kepala daerah khususnya petahana dalam Pilkada Serentak 2020. Surat edaran itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
"Ini upaya preventif, jangan sampai di kemudian hari ada kepala daerah terutama petahana yang menyalahgunakan wewenang dengan melakukan pergantian jabatan, mutasi dan lain sebagainya," kata Pelaksana Tugas Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar, di Jakarta, Selasa (11/2).
Karena itu, surat edaran itu, kata Bahtiar benar-benar harus dipedomani oleh kepala daerah terutama yang berniat kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2020. Bahtiar menjelaskan, edaran tersebut mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pada Pasal 71 dalam undang-undang tersebut melarang adanya mutasi jabatan 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri. "Kecuali karena ada jabatan yang kosong pejabatnya, pejabat yang meninggal dunia, sakit, atau tak dapat menjalankan tugasnya dengan syarat telah melalui persetujuan Kemendagri," ujarnya..
Surat edaran tersebut, katanya, jadi penegasan dan penjelasan kepada kepala daerah untuk menyukseskan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020.
"Mendagri mengeluarkan SE menegaskan penjelasan untuk menyukseskan pilkada, mulai dari dukungan pemda, penggantian pejabat oleh kepala daerah, pengisian kekosongan jabatan kepala daerah, sampai dukungan PNS pada sekretariat KPU maupun Bawaslu," ujarnya lagi.