Rabu 12 Feb 2020 07:18 WIB

Komnas: Diksi 'Pemulangan' WNI Eks ISIS Bikin Salah Kaprah

Komnas HAM menilai diksi 'pemulangan' WNI Eks ISIS membuat salah kaprah di publik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Ahmad Taufan Damanik
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ahmad Taufan Damanik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai, sejauh ini terdapat kekeliruan dalam memahami penyelesaian nasib WNI yang menjadi foreigner terrorist fighters (FTF) atau yang pernah bergabung dengan ISIS. Penggunaan diksi 'pemulangan' membuat seakan pelaku tindak pidana terorisme dapat pulang tanpa proses hukum.

"Selama ini memang ada kekeliruan memahami penyelesaian dengan menggunakan diksi 'pemulangan'," ujar Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, melalui pesan singkat, Rabu (12/2).

Baca Juga

Menurutnya, penggunaan kata 'pemulangan' membuat seolah-olah para pelaku tindak pidana terorisme dapat pulang tanpa diproses hukum. Padahal penegakkan hukum terhadap mereka, kecuali anak-anak dalam rombongan itu, penting untuk dilakukan.

"Jadi pemulangan bukan berarti lenggang kangkung begitu, tapi diproses secara hukum," katanya.

Damanik mengatakan, Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme dapat digunakan untuk menjerat mereka yang pernah menjadi kombatan ISIS. Di dalam UU tersebut terdapat dua pasal yang mengatur terkait hal itu, yakni pasal 12 A dan 12 B.

"Jika ikut pelatihan atau malah menjadi pelatih atau instruktur dalam pasal 12 B juga diancam hukuman maksimum 15 tahun," ujarnya lagi.

Pemerintah sendiri telah memutuskan tak akan memulangkan WNI yang teridentifikasi sebagai mantan teroris lintas batas atau FTF. Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, sebanyak 689 WNI teridentifikasi bergabung sebagai FTF di berbagai negara di Timur Tengah, seperti Suriah dan Turki.

"Keputusan rapat tadi pemerintah harus beri rasa aman dari ancaman teroris dan virus-virus baru terhadap 267 juta rakyat Indonesia," ujar Mahfud usai rapat terbatas terkait teroris lintas batas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).

Mahfud mengkhawatirkan, WNI eks ISIS tersebut justru akan membawa virus baru di Indonesia jika dipulangkan. Sehingga pemerintah memutuskan tak akan memulangkan para WNI mantan teroris tersebut.

"Bahkan tidak akan memulangkan foreign terorist fighters ke Indonesia. Meski begitu pemerintah juga akan menghimpun data yang lebih valid tentang jumlah dan identitas tentang orang-orang yang dianggap terlibat bergabung dengan ISIS," jelas Mahfud.

Kendati demikian, pemerintah masih akan mempertimbangkan untuk memulangkan anak-anak di bawah usia 10 tahun.  "Anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case. Ya lihat aja apakah ada ortunya atau tidak, yatim piatu," ujarnya.

Sementara itu, kata Mahfud, berdasarkan data dari CIA, terdapat 228 dari 689 WNI yang memiliki identitas. "Sisanya 401 tidak teridentifikasi. Sementara dari ICRP ada 185 orang. Mungkin 185 orang itu sudah jadi bagian dari 689 dari CIA. Kita juga punya data-data sendiri," ujar Mahfud.

Mahfud menegaskan, keputusan untuk tak memulangkan WNI eks ISIS tersebut dilakukan untuk menjamin rasa aman kepada seluruh masyarakat Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement