REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat meminta masyarakat khususnya pada generasi muda agar tidak ikut serta merayakan hari kasih sayang atau sering disebut Valentine. Karena, menurut Sekjen MUI Jabar Rafani Achyar, peringatan itu merupakan budaya luar negeri yang lebih banyak sisi negatifnya dibandingkan sisi positif.
"Itu selalu diisi dengan istilah hari kasih sayang dan segala macam. Tetapi diekspresikan dengan interaksi yang banyak dilarang oleh agama, seperti terjadi pacaran bebas, dengan dalih ingin mengekspresikan rasa cinta," ujar Rafani kepada wartawan, Rabu (12/2).
Rafani mengatakan, kebebasan berpacaran dan berhubungan bukan muhrim seperti itu tidak diperbolehkan khususnya oleh agama Islam. Sebagai bangsa Indonesia yang bangsanya religius dan menjunjung tinggi norma agama, norma asusila maka perayaan Valentine itu bertentangan. "Itu yang menjadi sorotan kami," katanya.
MUI Jabar pun, mengimbau agar anak muda Indonesia yang kental dengan adat ketimuran tidak banyak meniru budaya barat yang serba bebas. Karena, kebebasan yang selama ini dipertontonkan justru bisa merusak moral pemuda Indonesia.
Dengan penolakan perayaan valentine ini, kata dia, bukan berarti MUI menolak seluruh budaya barat. Namun, pengambilan sisi positif adalah hal penting yang harus dipikirkan. Budaya barat yang baik misalnya bekerja keras, tekun belajar, dan disiplin. "Itu yang patut ditiru, bukan pergaulan bebasnya," katanya.
MUI Jabar pun, kata dia, mendukung Pemkot Bandung melalui dinas pendidikan yang sudah mengeluarkan surat larangan kepada siswa untuk tidak merayakan hari Valentine. Karena, larangan ini dilakukan agar muda-mudi di Bandung terhindar dari prilaku maksiat. "Ya kalau itu melarang, kami setuju, walaupun kami belum lihat larangannya," katanya.