REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia sepak bola Indonesia patut berbangga karena bibit Garuda Muda mulai diterima di luar negeri. Namun hal itu tak lantas membuat prestasi pesepak bola junior itu langsung mentereng di tanah seberang.
Pengamat sepak bola Mohamad Kusnaeni menyebut faktor budaya jadi salah satu tantangan pesepak bola Indonesia di luar negeri. Perubahan budaya yang begitu cepat di negera lain memunculkan culture shock. Sebagian gaya hidup di negara Barat dianggap bertentangan dengan budaya ketimuran Indonesia.
"Budaya di luar negeri dan di sini tentu berbeda. Jadi mereka mesti beradaptasi, ini tantangannya mereka mampu atau tidak menyesesuaikan," kata Kusnaeni kepada Republika, Rabu (12/2).
Tantangan berikutnya ialah rindu kampung halaman. Hal ini ternyata bisa mempengaruhi penampilan pesepak bola di lapangan hijau. Khususnya pesepak bola Indonesia yang terpisah ribuan kilometer dari keluarga. "Mereka selalu cenderung ingin dekat dengan keluarga. Termasuk pemain bola. Budaya ini terbentuk sejak lahir pada mayoritas warga Indonedia," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Bung Kus itu mencontohkan pesepak bola Indonesia condong memilih bermain di klub yang punya ikatan kesukuan atau dekat keluarganya. "Pemain Jawa Timur kalau ditawari ke Madura United milih ke sana daripada ke Persib. Dan pemain kita kalau ada tawaran dari klub di Pulau Jawa atau Malaysia pasti milih di Jawa," jelasnya.
Selain itu, perbedaan cuaca ikut berdampak pada penampilan pesepak bola Tanah Air yang terbiasa di iklim tropis. Bagi pemain yang berkarier di negara empat musim, maka wajib beradaptasi dengan dinginnya cuaca saat musim dingin. "Ketika musim dingin berat buat pemain kita. Dari kebiasaan, pola makan harus diubah semuanya," sebutnya.
Baru-baru ini, pesepak bola muda Indonesia Witan Sulaeman terpilih untuk memperkuat klub Serbia, Radnik Surdulica. Langkah ini menyusul kepergian Egy Maulana Vikri ke klub top Polandia, Lechia Gdansk.