REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan peraturan menteri (permen) tentang pengecualian kewajiban analisis dampak lingkungan (amdal) untuk usaha pada 2018 lalu. Hingga saat ini belum ada daerah yang menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang komprehensif sebagai syarat pengecualian kewajiban amdal tersebut.
"Bahwa jika RDTR tadi disusun dengan KLHS yang rinci dan detail, jadi KLHS serasa amdal, maka RDTR tadi punya potensi untuk dikecualikan dari kewajiban amdal, untuk usaha kegiatan yang ada kewajiban amdal di dalamnya," ujar Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor KLHK, Erik Teguh Primiantoro di Jakarta Pusat, Rabu (12/2).
Dengan permen Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pengecualian Kewajiban Menyusun Amdal Untuk Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Berlokasi Di Daerah Kabupaten/Kota yang Telah Memiliki RDTR membuka peluang penyederhanaan perizinan melalui penghapusan amdal. Amdal bisa dikecualikan setelah Menteri LHK memberi persetujuan KLHS tersebut.
Erik mengatakan, pengecualian itu bisa diberikan setelah daerah menyusun RDTR yang sudah memiliki environmental safeguard dan dilengkapi KLHS komprehensif. Environmental safeguard diambil alih pemerintah dan pelaku usaha tinggal menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup-Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Erik menjelaskan, RDTR itu harus terintegrasi sebagai perizinan berbasis teknologi informasi. Sehingga, mengintegrasikan perizinan di daerah dan pusat dengan sistem online single submission (OSS).
Ia menuturkan, KLHS tidak akan ada artinya jika tidak terintegrasi dalam RDTR yang sudah ditetapkan dalam peraturan daerah (perda). Erick memastikan pengecualian amdal harus melewati berbagai tahapan yang komprehensif.
Mulai dari penyusunan awal dalam perda, pemerintah harus melibatkan masyarakat, ahli, dan akademisi dalam menyusun KLHS. Kemudian di tingkat provinsi, ada tahapan validasi yang juga dipantau oleh KLHK.
"Kemudian diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menteri LHK akan me-review apakah akan dikecualikan seluruhnya atau sebagian, atau sama sekali tidak bisa dikecualikan," kata Erik.
Ia mengungkapkan, DKI Jakarta saat ini tengah merevisi RDTR berbasis 44 kecamatan. Sehingga DKI Jakarta akan menginisiasi KLHS yang terintegrasi ke RDTR agar bisa mendapatkan pengecualian kewajiban amdal.
Saat ini, hanya DKI Jakarta yang sedang menginisiasi KLHS agar bisa dikecualikan dari Amdal. Kata Erick, khusus Jakarta, pembuatan KLHS berdasarkan basis kecamatan. Ada 44 RDTR di Jakarta yang saat ini masih dalam proses revisi.
Pengecualian kewajiban amdal ini dapat mempercepat investasi di dalam negeri. Sesuai program strategi nasional pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan investasi di Indonesia dengan mempermudah proses perizinan.
Sementara itu, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Muhammad Hudori mengatakan, daerah perlu segera menetapkan Perda RDTR OSS untuk kepastian perizinan berusaha. Kemendagri mendorong percepatan penetapan Perda RDTR OSS di 57 kabupaten/kota di 21 provinsi yang menjadi target peningkatan investasi di daerah dalam upaya mendorong target pertumbuhan ekonomi nasional.
"Percepatan penetapan RDTR ini saya kira itu intinya dalam rangka bagaimana meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha. Karena investasi tinggi syarat OSS itu salah satunya kalau tidak salah OSS itu harus ada RDTR, tanpa itu tidak bisa melakukan proses perizinan," kata Hudori.