Rabu 12 Feb 2020 21:21 WIB

Korupsi Sektor Perizinan Jadi Terbesar Kedua Ditangani KPK

Kasus korupsi sektor perizinan jadi terbesar kedua yang ditangani oleh KPK.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi korupsi
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga ahli madya Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi (Setnas PK) KPK, Frida Rustiani mengatakan sektor perizinan menjadi kasus korupsi terbesar kedua yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sementara kasus korupsi pengadaan barang dan jasa menjadi yang terbesar.

"Data di kami menunjukkan bahwa perizinan itu masih menjadi kasus kedua terbesar setelah pengadaan barang dan jasa," ujarnya di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (12/2).

Baca Juga

Hal itu ia ungkapkan dalam rapat koordinasi pusat dan daerah percepatan penetapan rancangan peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Online Single Submission (OSS) Kabupaten/Kota. Ia mengatakan, dari sisi jumlah kasus suap yang ditangani KPK didominasi sektor perizinan.

Frida mencontohkan kasus dugaan suap proyek Meikarta karena ada wilayah yang harusnya tidak diberikan izin untuk pembangunan itu tetapi izin justru dikeluarkan. Status tanah belum jelas peruntukannya tetapi izin sudah keluar.

Menurutnya, penetapan RDTR itu memberikan kepastian hukum untuk para pelaku usaha. Dari sisi korupsi, sesuatu yang tidak jelas akan menimbulkan banyak kepentingan beberapa pihak.

Frida menilai, sulitnya penetapan RDTR pun dinilai karena adanya permainan untuk memberikan kepastian hukum. Ia mengatakan, Setnas PK menemukan lebih dari 9.000 hektare tanah yang tumpah tinding sehingga berpotensi adanya klaim kepemilikan lokasi tersebut oleh sejumlah pihak.

Sehingga dengan tidak adanya RDTR menimbulkan ketidakjelasan bagi para pelaku usaha yang membuat mereka ragu untuk investasi. KPK mendorong perizinan bagi pelaku usaha di daerah lebih transparan salah satunya dengan penetapan RDTR yang terintegrasi dengan sistem digital.

Ia mengatakan, tahapan menetapkan RDTR yang panjang dan membutuhkan waktu akan tercapai jika pemerintah memiliki komitmen menyediakan proses perizinan yang transparan dan bebas praktik korupsi. Hal itu pun kewajiban pemerintah daerah segera menetapkan RDTR.

"Itu sesuatu yang wajib dilakukan daerah, itu sudah diatur undang-undang dan diatur di mana-mana. Kami malah heran kenapa ini sesuatu yang sudah diatur undang-undang kenapa enggak jadi-jadi," kata Frida.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah berkomitmen menerbitkan perda RDTR OSS di 57 kabupaten/kota investasi tinggi pada Mei 2020 sesuai instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). 57 daerah di 21 provinsi itu bagian dari 159 kabupaten/kota yang menjadi wilayah prioritas penyusunan RDTR dalam rangka OSS.

"Urgensi RDTR yang pertama yaitu supaya ada perlindungan hukum, kekuatan hukum. Bagaimana memberikan satu perlindungan hukum terutama aspek legalitas bagi pelaksanaan pembangunan daerah," ujar Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Kemendagri Muhammad Hudori.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement