REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap, pemerintah pusat bisa lebih sering mengadakan kegiatan rapat di daerah-daerah. Khususnya di kota yang terkena dampak penurunan jumlah wisatawan akibat penyebaran virus corona.
Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran menyebutkan, setidaknya ada empat kota yang terdampak. Mereka adalah Manado, Batam, Bali dan DKI Jakarta yang merupakan pusat perjalanan bisnis, termasuk untuk skala internasional.
"Kawan-kawan dari sektor industri pun sudah berbicara, ada imbas ke sana," ujarnya dalam konferensi pers Ancaman Virus Corona Bagi Ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu (12/2).
Maulana menuturkan, inisiasi tersebut tidak hanya terlontar dari PHRI sebagai bagian dari industri pariwisata. Pemerintah seperti Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun sempat menyampaikan rencana serupa yang kemudian disambut baik oleh industri.
Selanjutnya, Maulana menambahkan, pemerintah pusat juga perlu mempertimbangkan untuk memperluas jangkauan daerah rapat. Sebab, selama ini, pemerintah pusat cenderung terfokus pada satu hingga dua daerah saja untuk dijadikan tempat rapat.
Penyebaran itu terutama akan berdampak positif kepada perekonomian daerah. "Pemerintah pusat harus terus bergerak (ke daerah). Jangan hanya (pemerintah) daerah yang suruh ke luar (pusat kota, ibu kota negara)," tutur Maulana.
Hanya saja, Maulana menekankan, bukan berarti industri berharap agar pemerintah mengada-adakan rapat di daerah. Sebab, hal tersebut sama saja dengan meningkatkan belanja pemerintah pusat secara percuma.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menyebutkan, pihaknya berkomitmen untuk mendorong kementerian dan lembaga melaksanakan rapat-rapat bisnis di daerah.
Di sisi lain, pemerintah juga berencana memberikan insentif berupa penurunan tarif pesawat domestik. Kini, Susiwijono menjelaskan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi tengah membuat kebijakan konkrit mengenai jangka waktu insentif tersebut dan skemanya.
"Ini jadi faktor kunci untuk dorong wisatawan nusantara," katanya.
Tapi, Susiwijono menekankan, pihak industri harus bisa sharing the pain. Artinya, apabila pemerintah sudah memberikan insentif kepada tiket pesawat, penyedia hotel dan restoran harus mengikuti tren penurunan harga.
Susiwijono mengakui, pariwisata menjadi sektor paling terdampak dari penyebaran virus corona. Khususnya ketika pemerintah memutuskan menghentikan penerbangan sementara dari dan ke China. Sedangkan, China merupakan kontributor wisatawan mancanegara (wisman) terbesar kedua ke Indonesia.
Susiwijono mencatat, dari 16,1 juta wisman ke Indonesia pada tahun lalu, sebanyak 2,07 juta di antaranya berasal dari China. Rata-rata pengeluaran mereka pun cenderung besar, yakni 1.385 dolar AS per orang per kunjungan.
"Lebih tinggi dari rata-rata negara lain, 1.280 dolar AS per orang per kunjungan," ucapnya.
Apabila dikalikan dengan 2,07 juta wisman China, Susiwijono mengatakan, devisa yang hilang dalam setahun mencapai 2,87 miliar dolar AS atau sekitar Rp 40 triliun.
Dari pariwisata tersebut, efek sampingnya pun berlanjut ke sektor lain, termasuk transportasi. Susiwijono menuturkan, pihak Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II sudah menyebutkan dampaknya.
"Selama winter season atau Oktober sampai Maret, potential loss kita sekitar 2,16 juta seat (kursi pesawat). Ini kalau dari Cina saja," ucapnya.
Susiwijono menyebutkan, penyebaran virus corona merupakan fokus utama pemerintah saat ini. Sebab, perkembangan kasusnya sangat luar biasa dan mengalami pertumbuhan ekstrim.
Ia menyebutkan, dari 31 Januari hingga 12 Februari, jumlah masyarakat yang terinfeksi maupun korban meninggal mencapai empat kali lipat.