REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyita tambang batubara milik salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya. Nantinya, tambang baru bara itu akan diserahkan dan dikelola oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Direktur Penyidikan di Direktorat Pidana Khusus (Dir Pidsus) Kejakgung Febri Adriansyah mengatakan, pengelolaan oleh BUMN, sebagai salah satu ganti kerugian negara dalam skandal gagal bayar di perusahaan asuransi milik negara tersebut. Febri mengatakan, Kejakgung sudah berkordinasi dengan BUMN tentang rencana pengambilalihan tambang PT Gunung Bara Utama (GBU).
Namun, rencana pengambilalihan tambang yang berlokasi di Sendawar, Kalimantan Timur (Kaltim) itu akan menungu putusan pengadilan. "Yang kita harapkan BUMN mana yang bisa mengambilalih tambang sitaan itu," ujarnya di Kejakgung, Rabu (12/2).
PT GBU salah satu penyitaan aset terbesar yang dilakukan oleh Kejakgung selama penyidikan dugaan korupsi Jiwasraya. Perusahaan tersebut, diketahui milik tersangka Heru Hidayat lewat kepemilikan saham mayoritas di PT Trada Alam Minera (TRAM). Kejakgung meyakini, perusahaan batubara tersebut, salah satu sarana pencucian uang yang dilakukan oleh Heru, dari hasil transaksi yang diduga korup selama pengalihan dana Jiwasraya ke PT TRAM.
Meski sudah berstatus sita sejak Kamis (6/2), namun Febri menerangkan, aktivitas operasional dan penambangan PT GBU masih tetap berjalan. Karena kata dia, Kejakgung tak ingin status penyitaan tersebut menghentikan kegiatan perusahaan.
"Penyidik menyita aset-asetnya (PT GBU), tambangnya, mobilnya, mesinnya. Tetapi penyidik memperhitungkan operasional dan para pekerja. Oleh karenanya operasional di perusahaan itu masih bekerja (meski dalam status sita)," jelas Febri.
Akan tetapi, ia menerangkan, PT GBU akan menjadi salah satu barang bukti yang akan diajukan Kejakgung saat pengadilan para tersangka Jiwasraya. Rencananya, kata dia, barang bukti tersebut akan dimasukkan ke dalam rencana penuntutan untuk dirampas oleh negara sebagai ganti kerugian negara atas dugaan korupsi di Jiwasraya. Perampasan oleh negara mengharuskan keputusan pengadilan atas sangkaan yang dituduhkan terhadap tersangka.
Heru Hidayat, salah satu tersangka dalam penyidikan kasus Jiwasraya. Selain dia, Kejakgung juga menetapkan dua tersangka dari kalangan pebisnis saham, yakni Benny Tjorosaputro dari PT Hanson Internasional (MYRX) dan Joko Hartono Tirto dari PT Maxima Integra (MIG). Tersangka lainnya, yakni para mantan petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Syahmirwan, dan Harry Prasetyo. Keenam tersangka tersebut, kini dalam tahanan.
Kejakgung menjerat keenam tersangak itu dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor 20/2001. Namun Kejakgung menebalkan sangkaan tambahan terhadap Heru Hidayat dan Benny Tjokro dengan UU TPPU. Selain menyita aset berharga milik Heru, Kejakgung juga menyita banyak aset properti milik tersangka Benny Tjokro. Seperti 93 uni apartemen di Tower South Hills, di Jakarta Selatan (Jaksel).
Kejakgung juga melakukan blokir terhadap 156 titik tanah milik Benny Tjokro di Lebak, dan Tangerang, Banten. Pekan lalu, Kejakgung juga melakukan blokir terhadap tujuh titik aset tak bergerak milik Benny Tjokro yang berada di Parung Panjang, Bogor. Di lokasi tersebut, terdapat perumahan Forrest Hills City seluas 60 hektare, dan Millenium City seluas 20 hektare, serta 10 hektare lahan yang disiapkan untuk perumahan. Pemblokiran tersebut, Kejakgung lakukan sebagai langkah awal penyitaan.
Febri mengatakan, penyidik meyakini aset-aset sitaan tersebut, bagian dari aksi TPPU para tersangka dari hasil korupsi pengalihan dana asuransi Jiwasraya. Meski Kejakgung belum melakukan penghitungan berapa nilai aset total yang sudah disita, tetapi Febri menegaskan, seluruh aset sitaan dimaksudkan untuk dapat menutupi kerugian negara dan dana nasabah yang dirugikan.
"Penyidikan tidak cuma hanya membuktikan perkara yang sedang disidik. Tetapi, menjadi penting bagaimana Jiwasraya ini, bisa kita kembalian kerugian negaranya," kata Febri menambahkan.