Kamis 13 Feb 2020 07:28 WIB

Peringatan Kelelawar Pembawa Corona Sudah Sejak 2017

Corona dari kelelawar jika disandingkan dengan Covid-19 sangat identik perilakunya.

Virus corona memiliki ratusan jenis yang terdapat pada berbagai macam hewan di antaranya kelelawar.
Foto: EPA
Virus corona memiliki ratusan jenis yang terdapat pada berbagai macam hewan di antaranya kelelawar.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Gumanti Awaliyah, Antara

Kelelawar disebut sebagai hewan pembawa virus corona ke manusia. Peringatan bahaya kelelawar pembawa corona yang bisa menginfeksi ternyata sudah pernah diutarakan beberapa tahun lalu.

Baca Juga

Pakar mikrobiologi dan virologi pada hewan Joko Pamungkas mengatakan peneliti China pernah mempublikasikan virus corona dari kelelawar yang berpotensi menulari manusia pada tahun 2017 dan 2019.

"Di China sebenarnya 2017 sudah publikasikan, peneliti yang mendapatkan ada bat coronavirus yang diketahui memiliki reseptor sama yang ada pada manusia," kata Joko di Jakarta, Rabu (12/2).

Dia menerangkan bahwa virus corona memiliki ratusan jenis yang terdapat pada berbagai macam hewan seperti kelelawar, musang, kucing, anjing, sapi, babi, ayam, dan lainnya. Namun tidak seluruh virus corona tersebut dapat menular ke manusia.

Syarat virus corona dapat menular dari hewan ke manusia adalah ketika virus corona yang terdapat pada hewan memiliki reseptor yang sama dengan reseptor pada manusia. Joko mengatakan peneliti di China memiliki jauh lebih banyak sampel virus pada hewan dan memiliki surveilans yang lebih sering dilakukan setiap tahunnya.

Sehingga pada 2019 ada peneliti di China yang mempublikasikan penelitian ilmiahnya di Journal Biosafety and Health, yaitu mengidentifikasi virus corona dari kelelawar yang jika disandingkan dengan virus corona Covid-19 saat ini memiliki perilaku genetik tiga yang sangat dekat.

Namun memang penelitian yang dipublikasikan di 2019 tersebut bukan dilakukan di Wuhan, melainkan di China bagian selatan. Namun dia menerangkan bahwa kelelawar bisa menempuh perjalanan hingga 100 kilometer dalam satu malam untuk mencari makan, meski rara-rata daya jelajahnya 30 kilometer.

Joko yang juga melakukan penelitian terhadap virus pada kelelawar mengungkapkan timnya juga pernah menemukan adanya virus corona pada kelelawar yang ditelitinya. Namun hasil penelitian virus corona tersebut berbeda jauh dengan kasus Covid-19.

photo
Seorang pekerja mengenakan pakaian Hazmat (Hazardous Material Suit) di sebuah pasar ikan yang ditutup di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (23/1). Di pasar ikan ini muncul dugaan awal penyebaran corona.

Kendati demikian Joko tidak berani mengatakan tidak mengenai kemungkinan munculnya virus corona dari kelelawar yang bisa menulari manusia di Indonesia. Mengingat Indonesia juga memiliki banyak jenis kelelawar yang hidup di hutan maupun gua-gua di Indonesia.

Dia beralasan penelitian yang dilakukan oleh timnya baru dalam tingkat yang kecil yaitu di Sulawesi Utara dan dengan mengambil sampel yang tidak banyak. Joko mengatakan terdapat kemungkinan satwa liar lain memiliki virus yang dapat menulari manusia.

"Kalau surveinya dilakukan lebih intens, mungkin saja tidak hanya ketemu coronavirus ya, tapi mungkin virus lain yang memiliki potensi berbahaya pada manusia," kata Joko.

Joko pun mengingatkan untuk berhati-hati ketika memiliki hobi kuliner ekstrem seperti kelelawar. Jika inang virus itu di tubuh kelelawar ternyata sesuai di tubuh manusia maka ia semakin berpotensi menginfeksi orang tersebut. Kendati demikian, ia menyebut virus di tubuh kelelawar berpotensi tinggi atau tidaknya ditularkan pada manusia bergantung cara masaknya bagaimana.

Ia menjelaskan, virus akan inaktif atau tidak bereplikasi pada suhu 56 derajat celcius atau dimasak selama 30 menit. Artinya, ia menjelaskan, ketika memasak sampai mendidih di suhu 100 derajat celcius tentu bisa mematikan virus.

Karena itu, ia menyontohkan pecinta makanan kelelawar di Minahasa, Sulawesi Utara. Hingga saat ini belum ada yang terinfeksi virus ini karena cara memasak mereka yang baik sampai matang.

Selain itu, ia menyebutkan seseorang yang terinfeksi virus tergantung jumlah virus yang masuk tubuh. Artinya semakin banyak virus yang masuk akan membuat daya tahan tubuh yang membentuk antibodi tak bisa menghancurkan seluruu virus itu.

"Selain itu daya tahan tubuh juga berpengaruh karena ada mekanisme kekebalan antibodi, membentuk sel untuk menghancurkan si virus," ujarnya.

Sementara itu, ia menyebutkan virus Covid-19 adalah jenis RNA yang tidak bisa mengoreksi terjadinya mutasi. Ia menyebutkan antibodi di manusia atau di hewan pada saat infeksi virus awal bisa mengenali virus tersebut karena masih di kondisi awal.

"Tetapi saat bereplikasi dalam sel untuk bisa hidup, terjadi mutasi dan kalau tidak dikoreksi maka bagian virus yang akan menempel ke sel akan berubah termasuk anti bodi yang awalnya mengenali virus itu kemufian menjadi tidak efektif," ujarnya.

Ia meminta sebaiknya manusia tidak mengganggu, berburu hewan itu. Manusia perlu melestarikan kelelawar ini yang memiliki ekosistem supaya bisa berimbang. Sebaliknya, ia menyebutkan kalau manusia mengganggu habitat kelelawar untuk kepentingan pembangunan, atau masalah apapun maka mamalia bersayap itu akan terganggu.

"Kalau sudah terusik maka mereka (kelelawar) akan lebih dekat berinteraksi dengan manusia. Mereka kemudian bergeser mencari makanan atau buah ke permukiman," katanya.

Meski kabar akan kelelawar sebagai pembawa virus corona sudah merebak, masyarakat di Tomohon, Sulawesi Utara, tetap menggemari konsumsi daging kelelawar. Di sana, kelelawar biasanya dimasak seperti kari atau biasa disebut Paniki.

Kelelawar utuh digunakan di Paniki, termasuk kepala dan sayap. Kelenjar dari ketiak dan leher kelelawar biasanya dikeluarkan untuk menghilangkan bau tak sedap.

Kemudian kelelawar dipanggang atau dibakar untuk menyingkirkan bulunya. Lalu dipotong dan dimasak dalam rebusan rempah-rempah dan santan.

"Itu (coronavirus) tidak memengaruhi penjualan. Faktanya, penjualan terus berlanjut dan selalu terjual habis," kata penjual kelelawar Stenly Timbuleng di kiosnya di pasar Tomohon, Sulawesi Utara, dilansir Reuters, Selasa (11/2).

Pada hari-hari biasa, Stenly menjual 50 hingga 60 kelelawar. Dan selama periode perayaan, ia bisa menjual hingga 600.

Menurut pakar kuliner William W Wongso, kelelawar diminati karena hewan tersebut kaya protein. “Kami belum menemukan kasus (coronavirus) di Manado. Sampai sekarang, masih banyak orang yang makan kelelawar ini. Karena kelelawar baik, terutama ketika dimasak dengan santan,” kata Wongso. "Bagian favorit saya adalah sayap," tambah dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement