REPUBLIKA.CO.ID, PRISTINA -- Pemerintah Kosovo sepakat untuk memangkas gaji mereka selama lima tahun ke depan. Hal tersebut dilakukan guna mengentaskan kesenjangan perekonomian di antara warga mereka.
"Saya mengusulkan untuk membatalkan keputusan pemerintah (sebelumnya) terkait gaji (menteri) dam kembali ke nominal mereka sebelumnya," kata Perdana Menteri terpilih Kosovo Albin Kurti seperti diwartakan Reuters, Selasa (12/2).
Pemotongan gaji tersebut akan berlaku bagi perdana menteri beserta seluruh kabinet kerja pemerintahan Kosovo. Pemangkasan dilakukan untuk memerangi kesenjangan gaji di negara tersebut.
Pemerintahan sebelumnya di bawah perdana menteri Ramush Haradinaj telah melipatgandakan upah menteri dalam kabinet kerjanya. Dia meningkatkan upah dari 1500 menjadi 2950 euro.
Kebijakan itu lantas mendapatkan penolakan luas dari masyarakat. Mereka protes mengingat 1/3 dari populasi negara tersebut masih hidup dalam pengangguran.
Pemangkasan upah tersebut merupakan janji Albin Kurti dalam kampanyenya tahun lalu. Dia berencana memotong gaji guna mendorong kesetaraan upah dalam negara jika partai kiri Vetevendosje memenangi pemilu.
Janji kampanye itu kemudian mencapai kesepakatan dengan koalisi partai kanan-tengah setelah pembicaraan yang panjang. Albin Kurti mengambil tampuk kepemimpinan pemerintahan pada 3 Februari lalu.
Kantor statistik Kosovo mengungkapkan bahwa gaji rata-rata di sektor swasta adalah 401 euro pada 2018. Sementara besaran gaji yang diberikan di sektor publik adalah 573 euro.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan kesenjangan antara gaji sektor swasta dan publik merusak kesehatan keuangan dan daya saing di Kosovo. IMF menilai kondisi tersebut akan mempersulit pertumbuhan ekonomi di negara terebut.
Kosovo merupakan negara berpenduduk 1,8 juta orang. Kosovo merupakan salah satu negara dengan tingkat pengangguran serta kemiskinan yang tinggi. Negara itu juga penuh dengan korupsi dan nepotisme hingga posisi dapat dibeli di sana.
Pemerintah Kosovo menargetkan pertumbuhan ekonomi sekitar empat persen tahun ini. Namun, para ekonom memprediksi hal itu tidak akan cukup untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan.