REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Sekitar 10.563 lebih hektare dari 680.696 hektare luas tanaman jagung milik petani di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dilaporkan terserang hama ulat grayak (spodoptera frugiperda). Selain itu, sebanyak 213.899,62 hektare tanaman jagung, masuk dalam kategori terancam serangan hama tersebut.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Jhon Oktovianus mengemukakan hal itu, berkaitan dengan hasil pendataan yang dilakukan Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan terhadap areal tanaman jagung petani yang terserang hama ulat grayak.
Dikatakan Jhon, hama ulat grayak merupakan hama baru asal Amerika Serikat atau dengan nama fall armyworm (FAW). Hama ini muncul ketika curah hujan dalam waktu singkat dan panasnya sangat panjang. "Pemerintah sedang melakukan pendataan terhadap tanaman jagung yang terserang hama ulat grayak, dan sampai dengan posisi 11 Februari 2020, sudah tercatat 10.563,20 ha tanaman jagung yang terkena serangan ulat," katanya, Kamis (13/2).
Jhon mengatakan, areal tanaman jagung petani yang terserang hama ulat grayak ini, tersebar di 16 kabupaten di provinsi berbasis kepulauan itu. Kabupaten-kabupaten yang menjadi sasaran serangan hama tersebut adalah Kabupaten Kupang, Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Belu. Selain Sabu Raijua, Ende, Ngada, Nagekeo, Sikka, Flores Timur, Lembata, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Sumba Timur.Hanya Kabupaten Alor, Manggarai, Rote Ndao, Malaka serta Kota Kupang yang belum ada laporan.
Menurut dia, luas areal tanaman jagung yang paling banyak terserang hama ulat grayak ini adalah Kabupaten Flores Timur yakni mencapai 4.585 hektare. Disusul Kabupaten Sikka seluas 2.121 hektare dan Kabupaten Lembata seluas 1.908 hektare.