Jumat 14 Feb 2020 17:22 WIB

Saat Anak Kita Jadi Korban Bullying

Orang tua harus bersikap tenang menghadapi anak yang menjadi korban bullying.

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Saat anak menjadi korban bullying.
Saat anak menjadi korban bullying.

Assalamu’alaikum wr wb.

Ibu Emmy yth., saya ibu dari dua orang anak, yang sulung laki-laki umur 8 tahun dan kedua perempuan 4 tahun. Beberapa hari yang lalu, anak sulung saya mengalami perubahan perilaku yang tidak biasa. Sebelumnya, ia mempunyai kebiasaan sangat semangat untuk berangkat sekolah lebih pagi dari pada teman-temannya.

Setiap hari dialah yang nomor satu sampai sekolah setelah pak satpam. Tetapi, akhir-akhir ini, ia malas sekolah. Ia mau masuk ke sekolah, harus melalui rayuan dahulu.

Suatu hari saya melihat ada luka di pelipis matanya. Saya tanya mengapa, dia tidak mau menjawab apalagi cerita.

Setelah saya bujuk ketika mau tidur, akhirnya ia mau cerita. Yang membuat saya khawatir, ketika cerita, ia sangat ketakutan, keringatnya keluar banyak, nafasnya tersengal-sengal. Dia bilang telah dijepret dengan karet di dekat matanya oleh dua orang temannya (ia menyebutkan nama). Tapi, ia tidak boleh bilang pada siapa saja.

Saya sadar itu adalah kenakalan anak saja. Tapi saya juga tidak bisa membiarkan anak saya dalam keadaan takut terus. Beberapa hari ini, ketika  mau berangkat sekolah, sudah siap sekolah, tapi tiba-tiba dia jadi pingin BAB.

Bagaimana saya harus menghadapi anak saya agar semangat ke sekolah lagi? Juga bagaimana sikap saya terhadap temannya yang suka usil itu? Jazakumullah atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Ibu Heni, di Jogja

Wa’alaikumsalam wr wb.

Ibu Heni yth., dari cerita ibu, saya bisa mengerti kekhawatiran ibu pada si sulung. Saya juga salut pada ibu yang bisa menghadapi masalah ini dengan tenang tidak emosi. Bahkan, ibu juga menyadari bahwa yang harus diatasi adalah bukan hanya anak ibu sebagai korban, tapi juga teman-temannya sebagai pelaku.

Bu Heni, si sulung sedang menjadi korban “bullying”, yaitu tindakan kekerasan. Sebetulnya, perilaku bullying bisa juga dalam bentuk kekerasan verbal seperti memaki, menggosip, mengejek, dan memfitnah.

Saya sepakat dengan ibu bahwa bullying ini tidak bisa dibiarkan mengingat bisa berakibat fatal bagi pelaku maupun korbannya. Bagi pelaku bullying, bila dibiarkan tanpa pertolongan bisa mempunyai kecenderungan mudah terperosok ke kehidupan kelam pelaku tindak kriminal. Sedang korbannya kemungkinan besar merasa rendah diri dalam jangka waktu yang lama.

Maka, aksi tak terpuji itu mesti dicegah sejak dini. Sebaiknya orang tua mengerti jenis-jenis perbuatan yang termasuk bullying, juga memahami bagaimana mencegah dan menghadapi bullying.

Masalah bullying pada anak terutama anak SD, yang perlu ditolong bukan hanya korban saja, tapi juga pelaku. Karena mereka masih sangat membutuhkan bimbingan dari orang-orang dewasa di sekitar mereka. Bila di rumah, dilakukan orang tuanya, dan di sekolah oleh gurunya. Keduanya harus sinergi agar apa yang dinasehatkan pada anak tidak membingungkan.

Untuk mencegah terjadinya bullying, memahamkan agama sejak dini pada anak dan memberi kesempatan pada anak untuk menjalani aktivitas yang membahagiakan penting diberikan. Jika anak lekat dengan budaya, bullying bisa dihindari.

Sebagai orang tua, harus jeli melihat perubahan pada anak, karena anak usia SD belum terlalu pintar mengidentifikasi masalahnya. Maka yang terlihat adalah masalah yang tampak di permukaan saja.

Untuk mengorek masalah yang sebenarnya, orang tua hendaknya bisa menciptakan suasana yang nyaman agar anak tidak merasa terpojok, atau merasa terancam. Bila kondisi nyaman bisa dirasakan anak, ia bisa bercerita yang sebenarnya.

Hendaknya orang tua menjadi pendengar yang baik dan galilah informasi sebanyak-banyaknya dari dia. Ini penting untuk menentukan langkah apa yang akan ibu berikan pada anak ibu sebagai korban. Ajari cara menangkis dan yakinkan bahwa di sekolah ada ibu/bapak guru yang siap menolongnya bila ada anak yang mengusilinya.

Sedangkan untuk pelaku, biasanya melakukan bullying karena sulit menerima perbedaan. Mereka puas jika merasa lebih berkuasa dan berhasil membuat korbannya tak berkutik. Pelaku sebetulnya membutuhkan bantuan berupa arahan dan kasih sayang. Bila hal itu diberikan, maka ia akan mengerti dan menyadari perilakunya tidak baik dan dibenci Allah.

Siapa yang harus memberikan? Sinergi antara guru, orang tua pelaku dan juga korban akan bisa mempercepat hilangnya perilaku tidak terpuji pada pelaku. Jadi ibu selaku orang tua korban juga sangat baik bila ikut membantu memberi arahan dan kasih sayang pada pelaku. Tidak perlu memarahi apalagi membencinya, karena sebenarnya pelaku juga belum mamahami apa yang dilakukannya benar atau salah.

Untuk memulihkan kondisi psikologis korban, seperti yang dialami anak ibu. Bangkitkan kepercayaan dirinya dengan pendampingan yang sinergi antara orang tua dan guru. Bila anak sudah merasa yakin bahwa dia ada yang melindungi di sekolah dan merasa disayang oleh orang tuanya, maka rasa percaya dirinya akan pulih kembali.

Semoga ibu diberi kesabaran dalam menemani dan mendampingi putra-putri ibu. Amiin.

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, SPsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya.

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 10 Tahun 2015

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement