Kamis 13 Feb 2020 14:28 WIB

Senator AS Minta Penilaian Soal Tindakan India di Kashmir

Empat senator AS minta Deplu AS berikan penilaian terhadap tindakan India di Kashmir

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India. Empat senator AS minta Deplu AS berikan penilaian terhadap tindakan India di Kashmir. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India. Empat senator AS minta Deplu AS berikan penilaian terhadap tindakan India di Kashmir. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Empat senator Amerika Serikat (AS) meminta Departemen Luar Negeri AS memberikan penilaian terhadap tindakan keras India di Kashmir pada Rabu (12/2) waktu setempat. Hal ini diajukan beberapa pekan sebelum kunjungan Presiden AS Donald Trump ke New Delhi.

Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Senator Chris Van Hollen, Todd Young, Dick Durbin, dan Lindsey Graham menyatakan keprihatinannya. Mereka menyampaikan pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi telah memblokir internet di wilayah Jammu dan Kashmir selama berbulan-bulan.

Baca Juga

"India kini telah memberlakukan pemblokiran internet terpanjang yang pernah ditutup oleh demokrasi, mengganggu akses ke perawatan medis, bisnis, dan pendidikan untuk tujuh juta orang. Ratusan warga Kashmir tetap dalam 'penahanan preventif,' termasuk tokoh-tokoh politik utama," kata mereka dalam surat tersebut sebagaimana dikutip laman Anadolu Agency, Kamis (13/2).

Para senator mencatat langkah-langkah pemerintah India, termasuk Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan, mengancam hak-hak minoritas agama tertentu dan karakter sekuler negara. Para senator meminta informasi dalam 30 hari tentang jumlah tahanan politik di Kashmir, pembatasan internet dan layanan telepon seluler, akses bagi diplomat asing, wartawan dan pengamat, serta kebebasan beragama di Kashmir.

Mereka juga hendak mencari tahu jumlah orang yang berisiko akan kewarganegaraan, dideportasi, atau dikurung sebagai akibat dari hukum kewarganegaraan. Keempat senator menggali informasi apakah pihak berwenang India menggunakan penggunaan kekuatan yang berlebihan terhadap para pemrotes atau tidak.

Surat tersebut dibuat dua pekan sebelum Gedung Putih mengumumkan bahwa Trump dan Ibu Negara Melania Trump akan melakukan perjalanan ke India pada 24 dan 25 Februari. Ini menandai kunjungan pertamanya ke negara terbesar di Asia Selatan itu.

Untuk diketahui, Jammu dan Kashmir dikuasai oleh India dan Pakistan. Wilayah itu diklaim oleh kedua negara secara penuh. Sebagian wilayah kecil Kashmir juga dijadikan hak milik oleh China.

Sejak mereka dipartisi pada tahun 1947, kedua negara telah berperang tiga kali. Di antaranya pada tahun 1948, 1965 dan 1971. Dua perang di antaranya terjadi di Kashmir.

Beberapa kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir telah berperang melawan pemerintahan India untuk kemerdekaan atau penyatuan dengan negara tetangga Pakistan. Menurut beberapa organisasi hak asasi manusia, ribuan orang dilaporkan tewas dalam konflik di wilayah tersebut sejak 1989.Fer

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement