Kamis 13 Feb 2020 15:46 WIB

Istana Sebut Eks ISIS Stateless, Pakar: ISIS Bukan Negara

Pakar menilai ISIS belum bisa disebut sebagai negara dan baru sebatas organisasi.

Ilustrasi Kelompok ISIS
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kelompok ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto,  Muhammad Fauzan mengatakan pemerintah harus mengeluarkan kebijakan ekstra terhadap eks kombatan ISIS yang berasal dari Indonesia. Terkait WNI bisa kehilangan kewarganegaraan, menurutnya ISIS baru sebatas organisasi bukan sebuah negara.

"Pertanyaannya, ISIS itu sudah diakui sebagai sebuah negara apa belum oleh PBB? Dalam perspektif hukum tata negara, ISIS itu bukan negara atau belum dikatakan sebagai negara," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (13/2).

Baca Juga

Fauzan mengatakan hal itu terkait kebijakan pemerintah yang tidak akan memulangkan ratusan eks kombatan ISIS yang berasal dari Indonesia. Menurutnya, dalam hukum tata negara sudah jelas disebutkan bahwa syarat-syarat sebuah negara terdiri atas adanya pemerintahan yang berdaulat, punya wilayah, punya warga negara, dan diakui oleh negara lain.

"Pengakuan dari negara lain kan juga perlu. ISIS mengatakan sebagai sebuah negara tapi kan negara-negara lain belum ada yang mengakui," katanya.

Ia mengatakan dasar pengakuan sebuah negara terhadap negara lain, antara lain dibukanya kedutaan besar dan sebagainya. Disinggung mengenai adanya anggapan bahwa warga negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan ISIS itu telah kehilangan kewarganegaraannya, dia mengatakan salah satu yang bisa mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan Indonesia karena yang bersangkutan menyatakan setia kepada negara lain.

"ISIS belum bisa dikatakan sebagai sebuah negara, itu kan organisasi teroris, katakanlah begitu ya," tegasnya.

Menurut dia, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan karena saat sekarang, warga negara lain  bisa menjadi WNI berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan. Terkait dengan hal itu, Fauzan mengatakan kebijakan pemerintah untuk tidak memulangkan eks kombatan ISIS itu mungkin bisa juga karena tafsir yang berbeda.

"Monggolah, itu kebijakan pemerintah tapi saya berpikir terutama untuk anak-anak yang sama sekali ke sananya tidak tahu waktu dibawa ya mesti harus dilindungi. Hanya saja ketika akan menerima WNI yang sudah terlanjur di sana, memang harus ada ada kebijakan yang ekstra sehingga ideologi mereka itu dipastikan tidak dikembangkan di Indonesia," katanya.

Menurutnya, para mantan kombatan ISIS asal Indonesia itu dapat dipastikan menyampaikan penyesalan-penyesalan dan sebagainya karena menyesal pasti akan datang terlambat. Akan tetapi, kata dia, nasib anak-anak yang ikut orang tuanya menjadi kombatan ISIS harus dperhatikan karena mereka tidak tahu apa-apa ketika datang ke sana.

Dia juga mengaku setuju terhadap pernyataan bahwa negara harus hadir untuk menangani warga negaranya yang terlantar di negara lain, namun tetap harus selektif dengan memastikan ideologinya tidak dikembangkan di Indonesia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement