REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sejumlah instansi akan turun menangani keberadaan anak jalanan yang diidenfitifikasi sebagai "anak punk" di Tasikmalaya. Keberadaan anak-anak yang dianggap berpenampilan tak normal itu dinilai semakin banyak setiap harinya.
Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) 0612/Tasikmalaya, Letkol Inf Imam Wicaksana menilai, keberadaan anak punk di Tasikmalaya semakin hari semakin banyak. Ia khawatir, jika mereka dibiarkan dan tak segera ditangani, keberadaan anak punk semakin lama semakin merajalela, hingga dapat menimbulkan masalah.
Ia mengaku telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan penanganan terhadap anak punk. "Karena banyak di antara mereka yang masih berstatus di bawah umur, kita juga melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya," kata dia saat ditemui di kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (13/2).
Imam menambahkan, Wali Kota Tasikmalaya dan Bupati Tasikmalaya, juga sudah sepakat untuk melakukan penanganan terhadap anak punk. Sebab, ia ingin penanganan anak punk bisa berjalan dengan komperhensif, permasalahan dari hulu sampai hilir mesti dicari solusinya bersama-sama.
Ia mengjelaskan, pihaknya telah membuat beberapa rencana penanganan kepada anak punk. Pertama, langkah yang akan dilakukan netralisir pemahaman mereka dari ideologi negatif. Setelah itu, pihaknya akan berkoodinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan.
Dalam tahapan pemberdayaan itu, anak-anak punk anak dikategorikan sesuai usianya. "Yang usia produktif, akan kita berdayakan dengan kewirausahaan. Agar mereka bisa kembali hidup normal. Sementara yang di bawah umur akan kita cari keluarganya atau kita beri pemahaman agar mereka tetap mendapat pendidikan," kata dia.
Menurut Imam, alasan utama anak-anak itu turun ke jalanan umumnya disebabkan kehidupan keluarga yang kurang harmonis atau pola asuh tidak tepat. Akibatnya, anak-anak yang harusnya masih menjadi tanggung jawab orang tuanya itu mencari alternatif lain di luar rumah untuk mendapatkan kenyamanan. Sementara, lanjut dia, di luar rumah terdapat banyak pihak yang memengaruhi pola pikir mereka tentang kehidupan.
Akibat tak adanya sosok panutan yang baik di luar rumah, anak-anak itu cenderung menjadi tidak punya aturan atau liar. "Jika dibiarkan terus, tentu akan berpengaruh ke masyarakat luas," kata dia.
Imam mengatakan, langkah penanganan ini merupakan salah satu cara untuk membuat anak punk dapat kembali ke kehidupan normal. Jika cara itu tak berhasil, pihaknya akan mencari solusi lainnya.
Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto mengatakan, langkah penanganan anak punk yang menawarkan solusi dari hulu sampai hilir itu patut untuk dicoba. Sebab, selama ini belum pernah ada tindakan yang komprehensif untuk melakukan penanganan terkait keberadaan anak punk. "Tinggal nantinya, langkah ini perlu dukungan dari semua pihak," kata dia.
Menurut Ato, fenomena anak punk di Tasikmalaya semakin meningkat setiap harinya. Selalu ada pendatang baru dalam komunitas itu, khususnya yang masih berusia di bawah umur.
Ia menyebutkan, sejak KPAID Kabupaten Tasikmalaya pada 2017, terdapat lebih dari 40 kasus yang berawal dari fenomena anak punk. Dari puluhan kasus itu, terdapat sekira 52 anak di bawah umur yang terlibat.
Dalam komunitas itu, Ato mengatakan, terdapat potensi kekerasan yang cukup tinggi. Selain itu, terdapat pula potensi pelecehan seksual kepada anak. Karena itu, menurut dia, langkah yang telah disiapkan dengan matang oleh beberapa instansi terkait patut untuk dicoba.
Ia menjelaskan, penanganan kepada anak punk bukan hanya harus dilakukan kepada anak-anak itu. Lebih dari itu, kesiapan masyarakat untuk menerima kembali kehadiran mereka juga harus dipertimbangkan. "Kita juga harapkan masyarakat juga tidak selalu memberi stigma negatif ke mereka yang ingin kembali. Orang untuk menjadi baik itu tak harus selalu terlihat dari tampak luar," kata dia.