REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mahasiswa dinilai memiliki peran penting untuk mengatasi krisis ekologi atau kerusakan lingkungan sekitar. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa masih memiliki idealisme serta daya dorong yang ampuh untuk membuat perubahan.
Bincang Sore Republika mengangkat tema tersebut pada acara bertajuk 'Stakeholders Krisis Ekologi dan Advokasi Mahasiswa' yang digelar di Republika Kantor Perwakilan DIY, Jateng, dan Jatim, di Yogyakarta, Kamis (13/2). Acara ini merupakan buah kolaborasi dengan Perhimpunan Mahasiswa Cendekia (PMC).
Ini merupakan acara Bincang Sore Republika yang kali kedua diselenggarakan setelah yang pertama digelar Oktober 2019 lalu. Acara talkshow yang terbuka untuk umum kali ini menghadirkan pembicara yakni aktivis Greenpeace Youth Yogyakarta, Deri Bagoes Prasetyo, dan dimoderatori oleh mahasiswa Magister Hukum Universitas Islam Indonesia, Hilyatul Asfia.
"Saya kira permasalahan (krisis lingkungan) ini menjadi ranah mahasiswa. Mereka bisa membuat demonstrasi atau mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan," ujar Deri Bagoes Prasetyo, dalam acara bincang-bincang tersebut,
Akan tetapi ia menekankan hal pertama yang wajib dilakukan anak-anak muda adalah mengedukasi diri sendiri terlebih dahulu. Caranya, dengan banyak membaca mengenai penyebab dan dampak dari kerusakan lingkungan.
"Karena jika tidak ada tindakan individu tak akan ada tindakan kolektif. Saya berkeyakinan tidak ada satu pun tindakan yang sia-sia. Sedikit demi sedikit lama-kelamaan menjadi bukit," katanya.
Baru kemudian langkah selanjutnya adalah mengedukasi orang lain. "Setelah kita tahu apa penyebab dan dampak dari kerusakan lingkungan, kita bisa mulai mengedukasi teman-teman kita, orang-orang di sekitar kita, termasuk para kerabat kita," ujarnya.
Deri mengatakan, permasalahan lingkungan yang ada saat ini sudah masuk kategori gawat. Oleh karena itu, setiap orang harus memiliki kesadaran untuk merawat lingkungan sekitarnya masing-masing.
Ia mencontohkan bagaimana dalam beberapa tahun terakhir ini suhu udara semakin panas. Selain itu juga terdapat berbagai masalah lingkungan lain seperti penumpukan sampah yang tak terkendali, kebakaran hutan, dan kerusakan biota laut.
Deri mengatakan, stakeholder yang paling penting untuk menyelesaikan persoalan lingkungan adalah pemerintah. Menurut dia, apa yang dilakukan pemerintah akan memberikan dampak besar kepada para stakeholder yang lain, sebut saja pemilik modal dan masyarakat.
"Misalnya jika terdapat Perda tentang pelarangan kantong plastik, maka hal itu akan mengubah perilaku masyarakat. Meskipun awalnya orang seperti terpaksa membawa tas belanja sendiri dari rumah, namun lama-kelamaan akan terbiasa dan akan mengubah perilaku masyarakat," ujarnya.
Terkait sampah, Deri menekankan yang paling penting dilakukan sejak sekarang adalah mengurangi produksi sampah. Ia mengapresiasi sejumlah daerah yang menerapkan kebijakan-kebijakan kreatif seperti menukar botol plastik dengan tiket moda transportasi umum. Akan tetapi menurut dia hal itu bukan solusi penanggulangan sampah.
"Misal sepuluh botol plastik ditukar dengan tiket bus. Namun nantinya botol plastik itu akan ditaruh mana? Pada akhirnya, botol-botol tersebut akan tetap menjadi sampah," katanya.