REPUBLIKA.CO.ID,BANDAR LAMPUNG – Kasus meninggalnya pasien BPJS Kelas III di selasar RSUD Abdul Moeloek Lampung, membuat Komisi V DPRD Lampung mengecam tindakan medis yang dilakukan medis RSUD Abdul Moeloek. Kecaman tersebut berupa ketidakbecusan kerja dan kinerja dokter dan perawat rumah sakit dalam menanggulangi pasien gawat darurat dari kalangan rakyat tidak mampu.
Dalam rapat dengar pendapat yang digelar di DPRD Lampung, Kamis (13/2), anggota Komisi V mengecam cara kerja dan kinerja pengelola dan paramedis di RSUD Abdul Moeloek dalam menangani pasien BPJS kelas III dari rakyat miskin dalam kondisi gawat darurat.
Anggota Komisi V Deni Ribowo mengatakan, kerja petugas di RSUD Abdul Moeloek dalam menangani pasien BPJS kelas III kalangan rakyat miskin hingga meninggal dunia telah memalukan gubernur, pemprov, dan DPRD Lampung.
“RSUD Abdul Moeloek sudah akreditasi A, seharusnya sudah harus memperbaiki diri. Komisi V sudah berkali-kali ingatkan, melakukan sidak, tapi masih terjadi seperti ini. Nanti, yang akan datang terjadi lagi,” kata Deni Ribowo pada RDP dengan RSUD Abdul Moeloek dan BPJS Kesehatan Cabang Bandar Lampung.
Politisi Partai Demokrat tersebut marah dengan perlakuan petugas paramedis RSUD Abdul Moeloek yang dinilai tidak becus, sehingga membuat pasien BPJS dari kalangan tidak mampu harus meninggal d selasar rumah sakit.
Menurut dia, pasien Rezki Meidiansori (21 tahun) telah menjadi peserta BPJS kelas III. Artinya, ujar dia, berhak mendapatkan pelayanan medis yang sama dan cepat. Apalagi, pasien saat itu dalam kondisi gawat darurat. Tetapi, kenyataan malah kesannya ditelantarkan seperti tersebar dalam video tersebut di media sosial.
Suprapto, anggota Komisi V lainnya mempertanyakan keterbukaan dari pihak RSUD Abdul Moeloek terkait dengan keberadaan ruangan perawatan rumah sakit tersebut. Menurut dia, seharusnya pihak rumah sakit mengumumkan kepada publik jumlah ruangan, ruang kosong, ambulans yang tersedia, dan lainnya.
“Selama ini, masalah ruangan masih sifatnya rahasia. RSUD Abdul Moeloek harus mempublikasikan jumlah ruangan dan berapa ruang yang kosong agar pasien dan keluarganya serta publik mengetahuinya,” ujarnya.
Pasien BPJS Rezki yang meninggal di selasar RSUD Abdul Moeloek diduga tidak ada tempat perawatan di ruangan atau penuh. Selain itu, pasien tersebut juga harus dipindah-pindahkan ke beberapa ruangan setelah dari IGD, hal ini yang menyebabkan keluarga pasien marah.
Direktur Pelayanan RSUD Abdul Moeloek Lampung dr Pad Dilangga membantah terjadi penelantaran pasien BPJS atas nama Rezki tersebut di selasar rumah sakit. Menurut dia, pihak rumah sakit telah melakukan sesuai dengan standar prosedur operasional. “Artinya dalam waktu kurang dari enam jam untuk pasien kegawadaruratan harus dilakukan tindakan cepat,” kata dr Pad Dilangga.
Menurut dia, petugas rumah sakit termasuk dokter yang merawat pasien Rezki telah melakukan kunjungan (visit) pada pagi hari, sedangkan petang harinya dilakukan dokter on call. Pasien tersebut, ujar dia, saat dirujuk dari RSUD Bob Bazar Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan ke IGD RSUD Abdul Moeloek dalam kondisi mulai membaik.
Pasien Rezki tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan dan tindakan medis, selain diagnosis demam berdarah, ternyata memiliki penyakit lain. Penyakit tersebut membuat kondisi tubuh pasien mengalami emergensi. “Untuk itu, pasien tersbut dilakukan pindah ruang untuk dilakukan tindakan sesuai penyakitnya,” katanya.
Syarief, anggota Komisi V lainnya menyesalkan tindakan pihak rumah sakit yang lamban dalam penanganan pasien kegawatdaruratan seperti pasien Rezki tersebut, yang harus meninggal di selasar rumah sakit. “Seharusnya ini tidak perlu terjadi. Walaupun urusan kematian Kehendak Allah, tapi kita harus ikhtiar dulu,” ujarnya.
Lili Ansori, bapak pasien Rezki menyesalkan keterangan pihak rumah sakit yang menyatakan ada upaya keluarga yang mengintervensi perawatan petugas rumah sakit. Menurut dia, keluarga marah karena tidak ada penanganan cepat dari rumah sakit, sehingga anaknya meninggal dunia di selasar rumah sakit.
Dia mengatakan, anaknya dipindah kesana dan kesini tanpa ada penjelasan yang rinci membuat keluarga pasien gelisah, yang membuat emosi karena seakan-akan ditelantarkan, padahal pasien anaknya terdaftar dalam BPJS dan membayar iuran.