REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai ormas terbesar di Indonesia, Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU) telah berkontribusi banyak untuk pengembangan Islam di nusantara. Sebagai jejak dakwahnya, para ulama NU pun banyak yang menulis kitab yang berhaluan paham ahlussunah wal jamaah (Aswaja), termasuk pendiri NU KH Hasyim Asy'ari.
Karya-karya ulama NU tersebut diabadikan di Perpustakaan PBNU yang berada lantai dua Gedung PBNU ruang 202, Kramat Raya, Jakarta Pusat. Belum lama ini, Republika.co.id pun sempat berkunjung ke perpustakaan tersebut untuk menelusuri kitab karangan ulama NU.
Sebelum masuk ke perpustakaan PBNU, setiap pengunjung diharuskan mengisi daftar tamu terlebih dahulu. Setelah itu, baru pengunjung bisa menjajal kitab karangan ulama NU dan dokumen penting organisasi NU.
Kepala Perpustakaan PBNU Syatiri Ahmad membagi koleksi perpustakaan NU menjadi dua kategori, pertama koleksi primer dan koleksi sekunder. Menurut dia, koleksi primer terdiri dari dokumen penting organisasi dan juga karya ulama NU.
"Kalau karya ulama-ulama NU kita tempatkan di primer. Mungkin nanti kita kembangkan lagi dengan mengumpulkan khazanah ulama nusantara," ujar Syatiri saat ditemui di Perpustakaan PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (13/2).
Selain itu, menurut dia, koleksi primer tersebut juga terdiri dari dokumen penting organisasi seperti hasil keputusan Munas-Konbes NU dan Muktamar NU. Karya tulis ilmiah dan tulisan di media yang mengupas tentang NU juga termasuk dalam kategori primer ini.
"Kira-kira sudah ada sekitar 6.000 dokumen NU dan karya ulama NU yang kita kumpulkan. Kalau yang spesifik biografi dan karya ulama NU, itu mungkin sekitar 300-an," ucap Syatiri.
Sementara itu, kitab-kitab yang masuk kategori sukunder terdiri dari karangan ulama dari berbagai belahan dunia. Kitab kuning tersebut kerap dijadikan rujukan para ulama NU dalam forum Bahtsul Masail. Menurut Syatiri, dalam forum itu juga membahas masalah aktual yang dihadapi umat Islam sehingga para ulama NU membutuhkan referensi pendapat para ulama, ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli fikih.
"Yang sekuder diantaranya ya kitab-kitab kuning ini. Ini kitab rujukan untuk kajian Islam. Di NU ada forum Bahtsul Masail, dan itu ada kajian yang sifatnya aktual," kata Syatiri.
Di antara kitab kuning yang kerap dijadikan rujukan tersebut disusun di empat rak berukuran besar. Menurut Syatiri, kitab-kitab tebal itu dihibahkan oleh mantan menteri agama KH Tolchah Hasan. "Jadi kalau ke luar negeri, beliau beli kitab dan kemudian dihibahkan ke PBNU agar bermanfaat," ujarnya.
Pustakawan NU kelahiran 1965 ini menambahkan, sampai saat ini timnya masih terus berupaya mengumpulkan karya ulama nusantara. Karena, menurut dia, warisan intelektual para ulama penting untuk diselamatkan.
"Karya-karya ulama nusantara itu sekecil apa pun itu, walau satu lembar kertas, itu adalah bukti nyata dakwah para ulama kita. Mereka punya peran penting dalam pengembangan dakwah Islam di Indonesia," ujarnya.
Siapa pun yang ingin mengkaji karya ulama nusantara tersebut dipersilakan datang pada hari aktif, Senin sampai Jumat. Perpustakaan PBNU siap melayani dari pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.