Kamis 13 Feb 2020 23:33 WIB

KPK Minta Bantuan Polri Tangkap Mantan Sekretaris MA Nurhadi

KPK meminta bantuan Polri mencari dan menangkap tiga tersanka kasus suap di MA

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi telah memasukan tiga tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016 dalam daftar pencarian orang (DPO). Tiga tersangka yang masuk dalam DPO adalah mantan Sekretaris MA Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah mengirim surat kepada Kapolri, agar Polri ikut membantu mencari dan menangkap tiga DPO itu. "Dalam proses DPO ini, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri (Up. Kabareskrim Polri) tertanggal 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/2).

Baca Juga

Selain itu, kata dia, KPK juga membuka akses penerimaan informasi bagi masyarakat yang mengetahui keberadaan para tersangka untuk melaporkan kepada kantor Kepolisian terdekat atau menginformasikan pada KPK melalui call center 198 atau nomor telepon 021-25578300. "Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting bagi KPK," kata Ali.

Ia juga menyatakan KPK akan terus memproses perkara ini dan akan melakukan tindakan tegas sesuai hukum terhadap pihak-pihak yang tidak kooperatif ataupun jika ada pihak-pihak yang melakukan perbuatan "obstruction of justice" atau menghalang-halangi proses hukum.

Adapun perbuatan "obstruction of justice" itu diatur di Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana minimal penjara tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Dalam perkara mafia kasus  ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya ialah eks Sekretaris MA Nurhadi, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyanto, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Kasus ini terdiri dari dua perkara, yakni suap dan gratifikasi. Dalam perkara suap, Nurhadi diduga menerima suap Rp 33,1 miliar dari Hiendra melalui menantunya Rezky.

Suap itu diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT. Nurhadi melalui Rezky juga diduga menerima janji sembilan lembar cek dari Hiendra dalam perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA.

Sementara dalam kasus gratifikasi, Nurhadi diduga menerima Rp 12,9 miliar selama kurun waktu Oktober 2014 sampai Agustus 2016. Uang itu untuk pengurusan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta Permohonan Perwalian.

Nurhadi dan Rezky disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian Hiendra disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Nurhadi sempat mengajukan gugatan praperadilan atas perkara di KPK, namun sudah ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Lewat pengacaranya, Maqdir Ismail,  Nurhadi menyatakan menerima putusan praperadilan PN Jakarta Selatan.

Maqdir mengatakan babak lanjut proses hukum kliennya ada di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor). Ia yakin, dapat membuktikan tuduhan keliru oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.

"Praperadilan kan sudah diputuskan. Sekarang kewajiban kami untuk mengikuti proses hukum sampai ke pengadilan," kata Maqdir, Selasa (21/1).

Maqdir mengatakan, ada sejumlah barang bukti yang seharusnya dapat menjadi pertimbangan untuk menggugurkan status tersangka Nurhadi. Namun ditolak oleh Hakim Praperadilan PN Jasksel. Karena itu, ia mengatakan, bukti-bukti tersebut akan ia kembali sampaikan ke pengadilan.

"Kita bisa buktikan nanti di pengadilan, apakah yang disangkakan (oleh KPK) itu benar atau tidak," ujarnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement