Jumat 14 Feb 2020 09:15 WIB

Perayaan Valentine Dinilai Lahirkan Perilaku Hedonisme

Pengungkapan kasih sayang tak perlu menunggu momentum valentine.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Muhammad Hafil
Perayaan Valentine Dinilai Lahirkan Perilaku Hedonisme. Foto: Valentine (ILustrasi)
Foto: VOA
Perayaan Valentine Dinilai Lahirkan Perilaku Hedonisme. Foto: Valentine (ILustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad meminta masyarakat menilai dampak baik dan buruk berkenaan dengan kebiasaan merayakan hari valentine. Dia mengimbau semua pihak untuk meninggalkan kebiasaan itu jika lebih banyak mendatangkan keburukan.

"Memang kita itu harus menghindari tindakan-tindakan atau perayaan-perayaan yang memboroskan biaya dan tidak ada maknanya," kata Dadang Kahmad di Jakarta, Jumat (14/2).

Baca Juga

Menurutnya, momentum perayaan hari kasih sayang hanya melahirkan budaya hedonisme dan hura-hura bagi anak bangsa. Dia mengatakan, padahal kondisi bangsa saat ini juga masih belum berada dalam posisi yang bagus.

Dia mengungkapkan, dalam ajaran islam sebagaimana juga ucapan nabi bahwa umat harus melakukan tindakan yang bermanfaat. Nabi, sambung dia, meminta umat islam untuk meninggalkan apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya apalagi orang lain.

Valentine belakangan dijadikan momentum bagi seseorang untuk mengungkapkan rasa kasing sayang mereka terhadap individu lainnya. Dadang mengatakan, pengungkapan rasa kasih sayang sedianya dilakukan selamanya.

Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati itu melanjutkan, pengungkapan rasa tersebut tidak perlu menunggu momentum tertentu. Dia mengatakan, melampiaskan kasih sayang kepada siapapun itu sebaiknya memang dilakukan setiap waktu.

Dadang mengakui bahwa memang belum ada hukum dalam islam yang secara baku mengatur tentang perayaan hari valentine tersebut. Dia mengatakan, saat ini perayaan simbolis hari kasih sayang itu baru berupa imbauan kepada masyarakat.

Namun kembali, dia meminta masyrakat untuk menimbang kebaikan dan keburukan apa yang saja yang dihasilkan dari kebudayaan asing tersebut. Secara pribadi, dia menilai bahwa kegiatan itu lebih banyak menimbulkan dampak buruk dibanding sebaliknya.

"Jadi ukuran-ukuran itu kita tanya saja pada diri sendiri, kalau manfaat lebih tinggi ya silahkan tapi kalau lebih berdampak buruk ya lebih baik tinggalkan saja. Karena dalam alquran juga seperti itu," katanya.

Menurutnya, negara dan bangsa apalagi anak-anak muda lebih baik mengamalkan kebudayaan lokal yang lebih bermanfaat dibanding valentine. Dia mengatakan, banyak kebudayaan daerah di Indonesia yang bisa dirambah bahkan dipromosikan ke luar negeri.

Dia mengungkapkan, tradisi lokal lebih baik dilakukan masyarakat dibanding kebudayaan asing. Dia mengatakan, valentine memiliki simbol-simbol, waktu, kondisi hingga iklim yang berbeda dengan Indonesia.

Kendati, dia tidak memungkiri banjirnya kebudayaan asing yang masuk ke nusantara. Menurutnya, hal itu tidak bisa dibendung pada era globalisasi saat ini dimana pertukaran informasi terjai begitu luas dan mudah serta tanpa hambatan baik positif maupun negatif.

"Makanya menurut saya tumbuhkan kecintaan terhadap bangsa dan kebudayaan sendiri sehingga jangan selalu mengimpor dari kebudayaan lain," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement