Jumat 14 Feb 2020 14:11 WIB

Perempuan Irak Tolak Pemisahan Gender Saat Demonstrasi

Ulama Irak Al Sadr menyebut tak bermoral pria dan wanita bercampur dalam demonstrasi.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Ani Nursalikah
Perempuan Irak Tolak Pemisahan Gender Saat Demonstrasi. Ratusan perempuan turun ke jalan dalam demonstrasi menentang pemisahan gender saat demonstrasi oleh seorang ulama di Tahrir Square, Baghdad, Irak, Kamis (13/2).
Foto: AP Photo/Khalid Mohammed
Perempuan Irak Tolak Pemisahan Gender Saat Demonstrasi. Ratusan perempuan turun ke jalan dalam demonstrasi menentang pemisahan gender saat demonstrasi oleh seorang ulama di Tahrir Square, Baghdad, Irak, Kamis (13/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Ratusan wanita dari berbagai usia membanjiri Baghdad, Irak, Kamis (13/2). Mereka turun ke jalan bersama para demonstran laki-laki menentang seruan ulama Moqtada Al Sadr tentang pemisahan gender saat demonstrasi.

Para demonstran yang turun ke jalan kebanyakan membawa bunga mawar, bendera Irak atau simbol-simbol yang mendukung peran mereka dalam demonstrasi perubahan rezim. Kaum pria saling bergandengan tangan membentuk lingkaran melindungi kaum wanita yang berkumpul lebih dari satu jam itu. Peserta wanita dan pria terlihat saling berpegangan tangan di Fahrur dan bahkan berkemah bersama di alun-alun.

Baca Juga

"Kami ingin melindungi peran perempuan dalam protes, karena kami seperti juga laki-laki. Ada upaya mengusir kami dari Tahrir tapi kami akan kembali lebih kuat. Beberapa orang menghasut kami  beberapa hari lalu, berusaha membuat wanita di rumah atau membuat mereka diam, tapi ternyata hari ini kita dalam jumlah besar untuk membuktikan pada orang-orang itu bahwa upaya mereka akan berakhir dengan kegagalan," kata Zainab Ahmad seorang mahasiswi farmasi seperti dilansir Daily Sabah, Jumat (14/2).

Akhir pekan lalu, ulama Irak Moqtada Al Sadr menuduh adanya penggunaan narkoba dan alkohol di kalangan pengunjuk rasa. Ia juga mengatakan tak bermoral bagi pria dan wanita bercampur dalam demonstrasi.

Sebelum para perempuan turun ke jalan, Al Sadr juga juga membuat heboh jejaring sosial dengan menuliskan berbagai kalimat seperti pergaulan bebas, amoralitas, ketelanjangan, pemabukan, pesta kota orang-orang yang tak beriman. Tak hanya itu, Al Sadr juga mengatakan Irak tak boleh berubah menjadi Chicago yang disebutnya penuh dengan kegagalan moral termasuk homoseksual.

Al-Sadr awalnya memberikan dukungan di belakang pemberontakan anti-pemerintah, tetapi baru-baru ini ia memposisikan dirinya ke arah politik setelah elite politik memilih Mohammed Allawi -yang juga didukung Al Sadr-sebagai perdana menteri yang ditunjuk. Sejak itu, al-Sadr mengeluarkan serangkaian seruan yang memusingkan para pengikutnya.

Perintah yang sering kontradiktif telah memperburuk ketegangan yang ada antara demonstran anti-pemerintah dan para pengikutnya. Beberapa aktivis yang mengklaim pengikut al-Sadr yang juga mengancam demonstran mengikuti ulama tersebut atau meninggalkan protes.

Para pengunjuk rasa anti-pemerintah yang turun ke jalan pada 1 Oktober di Baghdad dan Irak selatan untuk mengecam kasus korupsi pemerintah yang merajalela, layanan yang buruk dan pengangguran telah menolak pencalonan Allawi. Setidaknya 500 orang tewas di bawah serangan pasukan keamanan dalam gerakan itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement