REPUBLIKA.CO.ID, JEPARA - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara terus berupaya menekan angka perceraian di daerah setempat. Jumlah perceraian di Jepara saat ini semakin meningkat dengan dominasi penyebab perceraian karena faktor ekonomi.
"Kami akan menggelar rapat lintas pemangku kepentingan untuk menentukan langkah-langkah komprehensif dan terukur guna mengurangi angka perceraian di Kabupaten Jepara ini," kata Pelaksana Tugas Bupati Jepara Dian Kristiandi di Jepara, Jumat.
Ia berharap instansi lainnya bisa mendukung agar kasus perceraian di Kabupaten Jepara berkurang. Menurut Dian, permasalahan tersebut bisa diselesaikan bersama dengan lintas pemangku kepentingan agar angkanya bisa ditekan.
Tingginya angka perceraian di Kabupaten Jepara menurutnya memprihatinkan. Dampak dari perceraian tersebut, bukan hanya dirasakan pasangan suami istri, namun bisa berdampak kepada anak-anaknya.
"Pemerintah memang harus secara komprehensif bergerak bersama agar perceraian ini tidak menjadi sebuah tren di masyarakat," ujarnya.
Kepala Kantor Pengadilan Agama Jepara Imam Syafi'i mengungkapkan jumlah kasus perceraian yang diterima sepanjang 2019 mencapai 2.238 perkara. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan 2018 yang tercatat hanya 2.129 perkara.
Pada tahun ini hingga 12 Februari 2020 sudah ada 291 perkara yang tercatat dengan dominasi penyebab perceraian karena faktor ekonomi. Imam mengatakan ikut prihatin dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Kota Ukir.
"Pernikahan saat ini tak jarang dimaknai sebagian orang bukan sebagai ibadah. Untuk itu, perlu ada perbaikan pola pikir keutuhan rumah tangga bisa dipertahankan hingga akhir hayat," ujarnya.